Oleh Nik Abdul Rakib Bin Nik Hassan
Aksara aksara lokal di Alam Nusantara sangat
banyak. Disini akan bicara tentang aksara yang dimiliki oleh masyarakat pribumi
di Negeri Sarawak, Malaysia. Aksara Dunging ini dibuat oleh seorang suku Dayak
Iban iaitu Dunging Anak Gunggu. Dengan itu aksara ini adalah aksara miliki
Negeri Sarawak. Sepatutnya Negeri Sarawak wajib membantu dalam perkembangan
aksara Dunging ke seluruh masyarakat Dayak Iban. Kerana aksara Dunging adalah khazanah
bangsa yang menunjukkan masyarakat pribumi Sarawak adalah masyarakat
bertamadun.
Disini saya kemukakan sebuah Tesis BA atau
Skripsi dari Christopher Kenneth Yansen, tajuknya “Perancangan Typeface Latin
Adaptasi Aksara Dunging Dayak Iban” di Universiti
Multimedia Nusantara, Tangerang, Banten, Indonesia, pada 2021. Isinya secara
ringkas adalah seperti seberikut:-
Prof Dr Bromeley Philip, Universiti Teknologi
Mara, Sarawak, Malaysia. Pengarang buku “Iban Alphabet / Abjad Iban / Urup
Iban”
Sejarah dan Perkembangan Aksara Dunging
Sejarah Aksara Dunging didapatkan dari buku
Bromeley Philip yang berjudul “Iban Alphabet / Abjad Iban / Urup Iban” Buku ini
menjelaskan sejarah dan kegunaan serta arti dari Aksara Dunging.
Sistem tulis merupakan sebuah salah satu
peninggalan sejarah dalam peradaban manusia. Sistem tulis juga memberikan
sebuah pemikiran bukan hanya interaksi antar individu tetapi juga melibatkan gaya
hidup, hukum, dan pendidikan. Tidak dipungkiri bahwa sistem tulis merupakan
kemajuan bagi sebuah peradapan manusia. Tidak semua peradaban didunia memiliki
sebuah sistem tulis sendiri.
Masyarakat Iban sendiri mengetahui bahwa
telah diwujudkannya satu sistem tulis iaitu Aksara Iban yang diterbitkan oleh
Yayasan Tun Jugah sebagai kajian ensiklopedia Iban. Sistem tulis ini dikenal
dengan nama Aksara Dunging. Aksara Dunging merupakan sebuah warisan yang sangat
berharga didalam masyarakat Iban. Nilai yang berharga bukan hanya dilihat dari
sistem tulis akan tetapi juga dilihat dari sebuah kegunaan tulisan yang sangat praktis
sebagai alternatif menulis dan mengeja Bahasa Iban.
Perkembangan Aksara Dunging memiliki bentuk
simbol yang melambangkan hubungan antara manusia dan alam sekitarnya.
Perancangan huruf pada abjad ini berada dalam konteks modern harus dijadikan
sebagai pedoman kajian dimasa yang akan datang. Perekaan Aksara Dunging
dirancang oleh Dunging anak Gunggu. Aksara ini bukanlah sistem tulisan purba kerana
perancangannya dimulai pada tahun 1980-an. Sebaliknya Aksara Dunging bercirikan
unsur-unsur modern. Aksara Dunging mengandung tulisan berbentuk suku kata dan
juga alphabetic yang merujuk kepada bentuk huruf konsunan dan vokal.
Dunging anak Gunggu
Dunging anak Gunggu lahir pada tahun 1904
hingga 1985. Beliau dilahirkan di Rumah Panjang Nanga Ulai didaerah hulu sungai
Rimbas, Debak. Daerah kecil bagian Betong berjarak 300 kilometer dari Kuching. Beliau
merupakan anak kelima diantara lima saudara lainnya. Beliau meninggal pada
tahun 1985 pada tanggal 20 Juni di Rumah Panjang Nanga Ulai. Pada masanya
Dunging tidak pernah merasakan duduk dibangku sekolah dikarenakan pendidikan
pada zaman tersebut hanya ditawarkan didaerah perkotaan saja. Dalam masyarakat
Iban, Dunging dikenal oleh banyak orang pada zamanya sebagai seorang pemikir,
filsafat, dan juga seorang perancang.
Pada masanya Dunging menghasilkan beberapa perancangan kreatif. Rancangan-rancangan kreatif yang telah dihasilkan yaitu tenaga hidro, pipa bambu yang disambung untuk mengumpulkan getah. Rancangan yang amat ditakjubkan iaitu sebuah cincin yang terbuat dari perpaduan empat lingkaran cincin.
Namun, dari segala perancangan yang pernah
dihasilkan rancangan yang begitu penting. Perancangan yang tercatat dalam
ensiklopedia Kajian Iban yang diterbitkan Yayasan Tun Jugah pada tahun 2001.
Seorang individu yang memiliki otak yang berkelana dalam berpikir dan
menciptakan sistem penulisan abjad yang pernah ia ajarkan kepada kerabat dan
teman. Aksara Dunging merupakan satu-satunya sistem penulisan Bahasa Iban yang
pernah ada dan dikenali serta dicatat dalam ensiklopedia penelitian Iban 2001.
Aksara tersebut masih baik dalam bentuk asal
dan disimpan dengan baik oleh Bapak Bagat anak Nunui. Bagat Nunui merupakan
seorang guru besar yang pada masa kini telah menjadi ketua dari Rumah Panjang
Nanga Ulai. Penulisan ini telah digunakan oleh
beberapa orang sebagai suatu Aksara yang
begitu komprehensif sehingga tidak dipungkiri lagi bahwa perancangan ini
bersifat intelektual.
Menurut legenda masyarakat Iban memang
memiliki sistem penulisannya sendiri. Tulisan tersebut telah hilang dilanda
oleh banjir besar. Seorang bernama Renggi mengikat segulung kulit kayu yang
mengandung tulisan tersebut pada ujung kain cawatnya. Sangat disayangkan sekali
Renggi tidak begitu cepat untuk menghindari banjir besar tersebut sehingga
gulungan kulit kayu tersebut terkena air. Tulisan tersebut pun menjadi pudar.
Merasa sedih dan marah Renggi pun memakan kulit kayu tersebut. Maka generasi
Iban mulai mengingat dan bisa membuat susunan kata seperti pantun dan puisi.
Keturunan Renggi memiliki ingatan yang kuat terhadap puisi dan pantun tersebut
terutama pada mereka yang buta huruf. Dengan penghafalan yang kuat ini terus
diturunkan kepada generasi selanjutnya.
Legenda tersebut membuat Dunging percaya
bahwa masyarakat Iban memang memiliki sistem tulisan sendiri. Dunging percaya
jika benar masyarakat Iban telah kehilangan surat tulisan sewaktu banjir besar
tidak berkemungkinan untuk tulisan tersebut kembali lagi. Sudah semestinya
sesuatu yang hilang dapat dicari lagi jika dilakukan dengan sungguh- sungguh.
Dunging menanggapi penjelasan tersebut untuk mencari tulisan Iban yang telah
hilang dengan kegigihannya. Dunging merancang ulang tulisan Aksara tersebut.
Dunging memulai pencarianya dengan berawalkan rangkaian bunyi seperti pantun.
Dunging menyadari bahwa suatu bahasa tidak
akan kokoh jika tidak memiliki alfabet atau sistem penulisannya sendiri.
Kemungkinan bahasa tersebut akan pudar dengan perkembangan zaman. Aksara sangat
penting untuk memperkokoh seuatu bahasa baik dalam penggunaan maupun dalam
perkembangan zaman. Aksara juga melambangkan suatu identitas suatu bangsa.
Perancangan Aksara Iban merupakan suatu pencapaian terbaik Dunging dalam usaha
selama 15 tahun. Bermula pada tahun 1947 hingga 1962 Dunging telah menciptakan
77 huruf yang melambangkan berbagai bunyi. Sebanyak 77 huruf tersebut
disederhanakan lagi sehingga menjadi 59 huruf. Sangat disayangkan setiap
perancangan yang telah dibuat tidak didokumentasikan dan hanya Dunging sendiri
yang mengetahui akan maksud dari setiap hurufnya.
Dunging menggangap pengalaman dalam
perancangan Aksara tersebut sebagai suatu perjalanan hidup yang dipenuhi
berbagai rintangan selama 15 tahun. Sepanjang pengalaman Dunging hampir
kehilangan kewarasannya dikarenakan memikirkan huruf-huruf Aksara dengan
sungguh-sungguh. Setelah berusaha keras untuk menghasilkan Aksara Iban dikepala
Dunging cuma memikirkan satu pertanyaan kepada masyarakat Iban.
Tiada ulasan:
Catat Ulasan