Rabu, 29 Jun 2022

Manfaat Ilmu Antropologi Bagi Indonesia

Oleh Nik Abdul Rakib Bin Nik Hassan

Terdapat sebuah artikel kajian tentang Antropologi di dalam simpanan Nusantara Astudies Center. Dengan itu saya akan kemukakan artikel kajian ini supaya kita masing masing mendpat manfaat dari kajian ini.

 

Tajuk : Manfaat Ilmu Antropologi  Bagi Indonesia

Pengkajia : Irfan Rakhman Hidayat

Program Studi Administrasi Negara

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Indonesia

 

1.Definisi Ilmu Antropologi

 

Antropologi adalah suatu studi ilmu yang mempelajari tentang manusia baik dari segi budaya, perilaku, keanekaragaman, dan lain sebagainya. Antropologi adalah istilah kata bahasa Yunani yang berasal dari kata anthropos dan logos. Anthropos berarti manusia dan logos memiliki arti cerita atau kata.


Objek dari antropologi adalah manusia di dalam masyarakat suku bangsa, kebudayaan dan prilakunya. Ilmu pengetahuan antropologi memiliki tujuan untuk mempelajari manusia dalam bermasyarakat suku bangsa, berperilaku dan berkebudayaan untuk membangun masyarakat itu sendiri.


Menurut William A Haviland seorang antropolog amerika.antropologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari keanekaragaman manusia dan budayanya.dengan mempelajari kedua hal tersebut antroplogi adalah study yang berusaha menjelaskan berbagai bentukperbedaan dan persamaan dalam aneka ragam kebudayaan manusia.

 

Koentjaraningrat bapak antropologi Indonesia mendukung definisi yang diberikan oleh haviland tersebut.ia menyatakan bahwa antropologi adalah ilmu yang mempelajari umat manusiapada umumnya dengan mempelajari aneka warna bentuk fisik masyarakat serta kebudayaan yang dihasilkan (koentjaraningrat,1996:4)

 

Macam-Macam Jenis Cabang Disiplin Ilmu Anak Turunan Antropologi :

1.1 Antropologi Fisik
1. Paleoantrologi adalah ilmu yang mempelajari asal usul manusia dan evolusi manusia dengan meneliti fosil-fosil.
2. Somatologi adalah ilmu yang mempelajari keberagaman ras manusia dengna mengamati ciri-ciri fisik.

1.2. Antropologi Budaya
1. Prehistori adalah ilmu yang mempelajari sejarah penyebaran dan perkembangan budaya manusia mengenal tulisan.
2. Etnolinguistik antrologi adalah ilmu yang mempelajari suku-suku bangsa yang ada di dunia / bumi.
3. Etnologi adalah ilmu yang mempelajari asas kebudayaan manusia di dalam kehidupan masyarakat suku bangsa di seluruh dunia.
4. Etnopsikologi adalah ilmu yang mempelajari kepribadian bangsa serta peranan individu pada bangsa dalam proses perubahan adat istiadat dan nilai universal dengan berpegang pada konsep psikologi.
Di samping itu ada pula cabang ilmu antropologi terapan dan antropologi spesialisasi. Antropology spesialisasi contohnya seperti antropologi politik, antropologi kesehatan, antropologi ekonomi, dan masih banyak lagi yang lainnya.

 

Dari penjelasan singkat diatas,dapat dilihat bahwa secara umum antropologi erat kaitanya dengan segala aspek budaya yang melekat dengan manusia.antropologi mempelajari semuanya secara menyeluruh.disini terlihat peran penting antropologi di Indonesia,hal ini karena mengingat indonesia merupakan suatu negara dengan ratusan budaya.artinya ada peluang untuk antropologi dalam mengkaji budaya di indonesia yang beranekaragam tersebut.

 

2.Fase Perkembangan Antropologi

llmu Antropologi tidak muncul begitu saja di dunia ini. Akan tetapi, ilmu antropologi berkembang melalui beberapa fase, antara lain:

a) Fase Pertama

Fase ini terjadi sebelum tahun 1890, yang diawali dengan kedatangan bangsa Eropa Barat untuk melihat suku-suku bangsa penduduk pribumi Afrika, Asia dan Amerika selama 4 abad. Akibatnya, beberapa daerah di Bumi ini terkena pengaruh negara-negara Eropa Barat.

Ekspansi bangsa Eropa Barat ke berbagai daerah di bumi ini ternyata menghasilkan suatu laporan tentang dunia luar Eropa barat. Laporan tersebut diperoleh dari para musafir, pelaut, pendeta agama Nasrani dan lain-lain. Didalam laporan tersebut terdapat suatu ilmu pengetahuan tentang diskripsi adat-istiadat, bahasa dan ciri fisik dari suku-bangsa Afrika, Asia, Oseania serta suku Indian yang terdapat di Amerika. Laporan tadi disebut Etnografi, atau diskripsi tentang bangsa-bangsa.

Selain itu, laporan yang diperoleh para musafir tersebut sangat menarik orang-orang Eropa Barat karena didalamnya mengandung beberapa kebudayaan yang sangat berbeda dengan kebudayaan yang dimiliki bangsa Eropa. Akan tetapi beberapa laporan yang diperoleh sering kali bersifat kabur. Dengan adanya kekurangan pada laporan yang dibuat oleh para pelaut itu, justru menarik perhatian kaum terpelajar di Eropa Barat untuk mempelajari lebih dalam. Hal ini menimbulkan 3 macam pandangan orang Eropa Barat terhadap bangsa-bangsa di Afrika, Asia, Oseania dan orang-orang Indian di Amerika, antara lain:

· Beberapa Orang eropa menganggap bahwa bangsa-bangsa asing itu bukan manusia sebenarnya melainkan keturunan iblis. Kemudian munculah istilah primitives untuk menyebut bangsa asing tersebut.· Beberapa orang eropa memandang bahwa bangsa-bangsa asing tadi adalah contoh dari masyarakat yang masih murni(belum kemasukan kejahatan dan keburukan).·Beberapa orang eropa justru tertarik akan kebudayaan bangsa-bangsa asing tadi.

 

b). Fase Kedua

Fase yang kedua ini muncul kira-kira pertengahan abad ke-19. Didalam fase ini, orang-orang eropa mulai menyusun karangan-karangan etnografi berdasarkan cara berpikir evolusi masyarakat. Menurut cara berpikir mereka, masyarakat beserta kebudayaannya telah berevolusi dalam jangka panjang, dari tingkat kebudayaan yang rendah ke tingkat kebudayaan yang lebih tinggi. Yang dimaksud dengan kebudayaan tinggi misalnya kebudayaan bangsa Eropa, sedangkan bangsa-bangsa diluar Eropa dianggap kebudayaannya masih rendah atau sering disebut primitif.

 

Oleh karena itu, dengan munculnya karangan yang mengklasifikasikan data tentang keanekaragaman kebudayaan di seluruh dunia, maka timbulah suatu ilmu pengetahuaan yang disebut antropologi. Ilmu ini bertujuan untuk mempelajari masyarakat beserta kebudayaannya untuk mengetahui sejarah perkembangan dan penyebaran kebudayaan manusia.

 

c). Fase Ketiga

Fase ini muncul pada permulaan abad ke-20, bersamaan dengan berkembangnya penjajahan di daerah-daerah luar Eropa. Pada fase ini, Ilmu Antropologi banyak dibutuhkan oleh bangsa penjajah, untuk kepentingan pemerintah jajahannya. Hal ini dikarenakan, pemerintah kolonial tadi mengalami permasalahan dengan penduduk pribumi. Dengan demikian ilmu antropologi pada fase ini memiliki tujuan mempelajari masyarakat dan kebudayaan suku-suku bangsa di luar Eropa untuk kepentingan pemerintah kolonial.

 

d). Fase Keempat

Fase ini berlangsung sesudah tahun 1930. Pada waktu itu ilmu antropologi mulai mengalami perkembangan yang pesat pada jumlah bahan pengetahuan yang jauh lebih valid, maupun pada ketajaman dari metode ilmiahnya. Hal ini kemudian mengalami hambatan ketika timbulnya antipati terhadap kolonialisme pasca Perang dunia ke II. Akan tetapi para antropolog tidak putus asa dalam menghadapi kendala tersebut. Mereka mulai mengembangkan lapangan-lapangan penelitian dengan pokok dan tujuan yang baru, yaitu sasaran dari penelitian tidak lagi hanya suku-suku bangsa primitif yang berada di luar benua eropa,

 

melainkan sudah beralih ke daerah pedesaan di eropa. Didalam fase ini, tujuan ilmu antropologi yang baru dibagi menjadi 2, yaitu tujuan akademikal dan tujuan praktisnya. Tujuan akademikal adalah mengetahui pengertian tentang manusia pada umumnya dengan mempelajari berbagai macam bentuk fisik, masyarakat dan kebudayaannya. Sedangakan tujuan praktisnya yaitu mempelajari berbagai macam bentuk masyarakat, guna membangun masyarakat tersebut.

 

3. ANTROPOLOGI MASA KINI

Meskipun ilmu antropologi telah berkembang pesat di kalangan bangsa-bangsa besar di dunia ini, masih ada saja perbedaan tujuan dan ruang lingkup ilmu antropologi. Hal ini terjadi terutama pada negara Amerika, Inggris, Eropa Utara, Uni soviet dan beberapa negara berkembang.

a.     Amerika serikat

Di negara ini, ilmu antropologi telah menyatukan seluruh warisan bahan dan metode ilmu antropologi dari fase pertama sampai ketiga. Selain itu, timbulnya berbagai spesialisasi yang telah dikembangkan secara khusus guna mencapai pengertian tentang keanekaragaman kebudayaan suatu masyarakat. Kemudian fase keempat ilmu antropologi berkembang luas di universitas-universitas Amerika serikat.

 

b.    Inggris

Di negara ini, ilmu antropologi pada fase ketiga masih dilakukan, akan tetapi dengan lepasnya beberapa jajahan negara Inggris,maka ilmu antropologi pun mengalami perubahan sifat. Dulunya negara inggris menggunakan ilmu antropologi untuk keperluan pemerintah-pemerintah jajahannya. Namun, sekarang ilmu antropologi digunakan untuk memperhatikan berbagai masalah mengenai dasar-dasar masyarakat dan kebudayaan manusia pada umumnya.

c.     Eropa Utara

Para sarjana di Beberapa negara Skandinavia, menggunakan metode antropologi yang telah dikembangkan di Amerika. Ilmu antropologi di negara ini bersifat akademikal. Selain itu, mereka juga mempelajari daerah-daerah di luar Eropa dan mempunyai keistimewaan akan hasil penelitian mereka terhadap suku Eskimo.

d.    Uni Soviet

Perkembangan ilmu antropologi di Uni Soviet tidak terlalu menonjol dikalangan dunia luar. Hal ini disebabkan karena, Uni Soviet seakan-akan menutup diri dari pengaruh dunia luar, terutama terhadap negara barat. Akan tetapi, beberapa tulisan menyebutkan kegiatan penelitian di Uni soviet sangatlah besar. Para antropolog di negara ini menganut konsep K. Marx dan F. Engels yang membicarakan tentang tingkat-tingkat evolusi masyarakat.

e.    Indonesia

Saat ini ilmu antropologi di indonesia baru dikembangkan secara khusus. Di dalam menentukan dasar-dasar dari antropologi, antropolog indonesia belum terikat oleh suatu tradisi, sehingga kita dapat memilih dan mengombinasiakan beberapa unsur dari berbagai aliran antropologi yang sudah ada. Dengan demikian kita dapat menentukan dasar ilmu antropologi yang sesuai dengan kondisi kebudayaan yang beraneka ragam di Indonesia.

 

4.Manfaat Disiplin Ilmu Antropologi bagi Indonesia

Sebenarnya ketika kita melihat kebudayaan Indonesia yang begitu beranekaragam,jumlah suku,ras,agama,etnis dll berbagai kompenen kebudayaan  lainya yang begitu bervariasi ada di indonesia.Multikulturalisme merupakan objek kajian yang tersedia sebagai laboratorium alami bagi para antropolog untuk meneliti.namun apakah peran ilmu antropologi hanya sebatas penelitian suku suku terasing atau kebudayaan purbakala saja?tentunya tidak,objek kajian antropologi seperti yang telah sebutkan adalah manusia dan kebudayaanya yang mengandung konsekuensi,manusia jaman sekaranpun dengan segala bentuk kompleksitasnya dipelajari oleh para antropolog.

 

Disinilah dilema mulai terjadi,ilmu antropologi yang seharusnya berperan dalam menjelaskan tentang manusia dan kebudayaannya nampaknya sedang mengalami krisis.tanpa bermaksud menyinggung rekan mahasiswa antropologi,statement saya menyitir kata kata guru besar Antropologi UI yaitu Prof Dr Amri Marzali,beliau berkata begini “Masalah yang nyata menghadang di depan mata para mahasiswa terutama adalah masalah perut, masalah karir, masalah masa depan diri, dst. Dan masalah ini adalah juga masalah negara bangsa. Bukankah negara dibangun untuk memberikan masa depan yang baik bagi setiap rakyatnya? Bukankah satu Fakultas, Jurusan atau Program Studi selayaknya memikirkan dengan serius lapangan kerja yang dapat dimasuki dan jaminan karir masa depan lulusannya? Sehubungan dengan hal itu, kembali saya pertanyakan, apa yang bisa diperbuat dengan keahlian dalam bidang antropologi untuk mengisi perut, untuk meningkatkan karir, dan menjamin masa depan yang cerah bagi diri lulusannya? Baik ketika saya masuk menjadi mahasiswa pada tahun 1962 sampai ke masa saya sudah menjadi profesor tahun 2002 sekarang ini, jawabannya masih sama,yaitu ‘tidak meyakinkan’”.

 

Dari kata kata beliau apa yang saya tangkap adalah kurang marketablenya disiplin Ilmu Antropologi di Indonesia,hal ini terbukti dengan sedikitnya Universitas Negeri di Indonesia yang membuka jurusan ini di fakultasnya. Hanya beberapa universitas saja yang sudi mengajarkan ilmu ini secara khusus yaitu Universitas Indonesia (UI), Universitas Padjadjaran (UNPAD), Universitas Gadjah Mada (UGM), Universitas Udayana (UNUD), Universitas Hasanuddin (UNHAS), Universitas Sam Ratulangi (UNSRAT) dan Universitas Cendrawasih (UNCEN).(file:///G:/SarjanaAntropolog”SukuTerasing”diTengahMasyarakat(Refleksi50TahunAntropologiUI)AbsurditasBlog.htm). Hal ini membuktikan bahwa perkembangan ilmu antropologi tidaklah sepesat disiplin ilmu lainya seperti halnya Manajemen,Akuntansi,Komunikasi atau bahkan Administrasi Negara.

 

Sebelum kita membahas mengenai peranan ilmu Antropologi bagi Indonesia ada baiknya kita melihat dulu bagaimana paradigma ilmu Antropologi di Indonesia.saya melihat bahwa antropologi mengalami masalah yang sama dengan Ilmu politik ketika masih menggunakan pendekatan kelembagaan,ketika itu ilmu politik hanyalah suatu studi normatif tentang struktur kekuasaan,pembicaraan yang dibahas adalah bagaimana struktur itu dll yang pada dasarnya semua normatif dan kurang bisa menjawab tantangan jaman.hal inilah yang saya lihat juga terjadi pada bidang studi antropologi terutama di Indonesia.Kebanyakan para antropolog hanya berusaha meneliti atau memahami kebudayaan suku suku pedalaman dan terlalu asik dengan penelitian terhadap budayanya.para sarjana antropologi kurang bisa membawa ilmu antropologi keranah yang lebih faktual,dalam hal ini adalah budaya modern.

 

Memang diakui bahwa salah satu cabang antropologi terapan adalah antropologi perkotaan,antropologi ini mempelajari budaya perkotaan dan manusia perkotaan.Namun seperti yang telah saya jelaskan tadi semua study mengenai kebudayaan baru ini selalu bersifat normatif.Memang disadari bahwa Studi Antropologi menggunakan pendekatan positivisme yang salah satu prinsipnya adalah value free (bebas nilai),namun bukan berarti bidang studi antropologi menjadi bidang studi yang tidak aplikatif.kesalahan terbesar para antropolog adalah terlalu terlena dalam dunia penelitian budaya eksotik suku pedalaman dan melupakan kajian mengenai masyarakat modern yang ada disekitar kita.

 

Jika kita ingin melihat manusia seutuhnya,sebenarnya ada 3 ilmu seperanakan yang bisa kita pakai untuk membedah manusia yaitu “Antropologi.Sosiologi dan Psikologi” ketiganya memiliki peran yang sama pentingnya dalam hal meneliti manusia dari semua aspeknya.Namun kenapa kita lebih sering mendengar seorang ibu yang datang ke seorang psikolog karena ada masalah dengan kelakuan anaknya yang menyimpang,kenapa si ibu tidak melihat kemungkinan ada budaya yang salah disekitarnya dan berkonsultasi dengan seorang antropolog?”

 

Pertanyaan tersebut sebenarnya agak menyindir bagaimana  antropologi tidak  dapat menyesuaikan diri dengan perubahan jaman yang kian pesat.pada dasarnya ilmu antropologi,sosiologi dan psikologi adalah 3 bayi kembar ajaib yang bertugas menyelidiki manusia.namun,ketika revolusi industri terjadi,psikologi dengan cepat mengalihkan pusat perhatianya pada psikologi pekerja dan bergandengan dengan industri untuk masalah rekruitmen karyawan .

 

Kembali menyitiri kata kata Prof Amri,tentang masalaha yang dihadapi oleh antropologi.menurut beliau krisis relevansi itu mencakup tiga hal. Pertama, berkaitan dengan konsep utilitas dalam ilmu ekonomi atau kurang lebih asas manfaat seperti dalam ilmu ekonomi. Hal ini berhubungan dengan keadaan bahwa saat ini antropologi berkembang dalam masyarakat yang berorientasi pasar. Kedua, berkaitan dengan kekuatan explanatory, sampai seberapa jauh antropologi dapat menjelaskan masalah-masalah sosial di lingkungannya secara ilmiah. Ketiga, berhubungan dengan moral significance yang menyangkut cara dan tujuan penggunaan antropologi. Tentu saja ini berhubungan dengan etika keilmuan, yang menyangkut untuk apa dan siapa kegiatan keilmuan dilakukan, untuk kejahatan kemanusiaan atau kemaslahatan.

 

Kalo kita mengkaji kata kata prof Amri Marzali satu persatu,maka dapat disimpulkan bahwa memang terjadi perubahan orientasi dikalangan mahasiswa dimana orientasi pemilihan jurusan lebih pada nilai ekonomisnya atau dengan kata lain prospek kerja yang ditawarkan oleh program studi tersebut.Orientasi  terhadap lapangan pekerjaan merupakan suatu hal yang realistis karena memang di era sekarang lapangan pekerjaan yang semakin sulit didapat mendorong mahasiswa untuk memilih jurusan yang cepat kerja,suatu alasan yang sama kenapa fenomena SMK menjamur diseluruh Indonesia,disinilah antropologi nampaknya kurang dapat beradaptasi pada perubahan yang telah terjadi karena asosiasi untuk seorang antropolog adalah para pakar,pengajar dan peneliti bukan profesi.

 

Kedua,adalah masalah yang sama dengan yang dialami oleh para ahli politik jaman behavioralisme,yaitu terlalu terpaku pada penelitian ilmiah dilapangan tanpa menghiraukan fenomena yang menggejala dimasyarakat.hal ini dapat terlihat jelas,dimana sebagian besar karya karya antropologi tidak ubahnya sebuah penggalian masa lalu,penelitian suku terasing dan kebudayaan purbakala namun jarang karya karya antropologi yang menjelaskan fenomena sehari hari misalkan fenomena gisi buruk dilihat dari sudut pandang antropologi.disini walaupun pokok pembahasan adalah kasus gizi buruk misalnya,pendekatan yang dipakai untuk melihatnya tidak harus selalu pendekatan medis saja namun juga multidisplin dari kesejahteraan sosial,sosiologi dan antropologi dan saya sangat jarang melihat antropologi memainkan peran strategis ini untuk beradaptasi dengan perkembangan jaman.

 

 

Ketiga,adalah masalah bagaimana antropologi digunakan,hal yang menarik adalah ketika saya membaca tentang pengalaman profesor Amri Marzi ketika ditanya dosenya tentang hendak jadi apa jika kuliah antropologi,dan prof Amri Marzi hanya bisa menjawab “ingin meneliti kebudayaan primitif”  saja.hal ini saya lihat bahwa ilmu antropologi belum bisa masuk dalam kajian multidisipliner dengan ilmu lainya semisal sosiologi dan psikologi dalam memecahakan berbagai macam fenomena kemasyarakatan misalnya tentang lunturnya semangat nasionalisme lebih cenderung dibahas oleh para ahli sejarah,fenomena hilangnya kebudayaan daerah cenderung dibahas justru oleh sosiologi dan lain lain.penggabungan multidisipliner inilah yang saya rasa tidak atau belum terjadi pada bidang antropologi,namun alih alih demikian justru ketiga disiplin ilmu baik antropologi,sosiologi dan psikologi lebih berjalan sendiri sendiri dibandingkan beriringan.

 

Akibat dari kesemuanya itu jelas,ilmu antropologi yang secara idealnya dapat membantu pemecahan masalah di indonesia menjadi mangkrak.Sumbangsih ilmu antropologi hanya sebatas penelitian penelitian mengenai budaya budaya eksotik yang ada di Indonesia.kata kata yang sering dipakai dalam tiap pengajaran antropologi tidak jauh dari kata kata “kearifan lokal,multikulturalisme,kelompok budaya” dan lain sebagainya namun signifikasinya kurang begitu dirasakan.Misalkan seperti ini,jika saya sudah tau tentang semua budaya tersebut,lalu apa manfaat yang akan saya dapat?ini adalah pertanyaan yang saya ajukan kepada dosen saya suatu hari ketika mata kuliah pengantar antropologi berlangsung.jawaban dosen saya sangat teoritis,ketika selesai belajar antropologi,diharapkan saudara tau tentang posisi saudara sebagai individu (I/saya),tau posisi saudara sebagai individu dalam kelompok (me/saya tapi kolektif) dan posisi kelompok saudara yang sama dengan kelompok lain yang berbeda (they/mereka).jawaban dosen saya ini mengingatkan saya akan teori seft concept milik hebert mead.sebenarnya jika saya ingin lanjut ngotot bertanya,saya ingin kembali bertanya “setelah tau itu semua,apa signifikasinya dalam dunia kerja?”.hal inilah yang para antropolog kurang antisipasi,bahwa suatu saat semua disiplin ilmu harus memiliki sumbangan dan korelativitas dengan perkembangan masyarakat modern.

 

Sebenarnya masalah antropologi yang tidak berkembang dan memberi sumbangsih besar dalam pembangunan Indonesia tidaklah sepenuhnya salah para antropolog.Jika ingin melihat fenomena ini secara adil,maka harus dilihat juga masalah lapangan kerja yang tersedia bagi lulusan antropologi.pemerintah pada dasarnya tidak cukup memberikan lapangan pekerjaan yang sesuai dengan status keilmuan seseorang.jika ingin jujur,lapangan pekerjaan untuk antropologi itu banyak,namun lulusan antropologi kurang dipercaya untuk masuk didalamnya.sebagai contoh,untuk masalah budaya budaya asia eropa misal,itu sebenarnya merupakan lahan antropologi namun Hubungan internasional lebih dipercaya untuk menanganinya.Untuk masalah CSR (Corporate Sosial Resposibilities) yang pada dasarnya menggunakan pendekatan antropologi didalamnya namun lebih dikuasai oleh anak anak ekonomi dan manajemen dan lain sebagainya.hal inilah yang berakibat pada kurangnya peran para antropolog karena pekerjaan yang mereka miliki mungkin tidak sesuai atau telah diambil lahanya oleh jurusan lain.Namun,kalau ingin jujur antropologi sebenarnya memiliki peran besar dalam hal mengatasi masalah degradasi moral dan kebudayaan akibat globalisasi yang sekarang berimbas pada lunturnya budaya asli dan secara tidak langsung terganti dengan budaya asing,disini harusnya peran para antropolog sangat diharapkan bagi kemajuan Indonesia,namun ketiadaan antropologi sebagai suatu profesi khusus membuat fenomena ini hanya dikaji sebatas penelitian lapangan oleh para ahli antropologi.

 

Demikianlah terjadi dualisme antara idealnya antropologi sebagai ilmu yang seharusnya memiliki kontribusi penting dalam pembangunan di Indonesia dan kenyataan dilapangan yang ternyata kontribusi ilmu antropologi dalam masalah kontemporer di Indonesia masih sangat minim.disini saya selaku penulis tidak ingin menjelek jelekan,menuduh atau memandang rendah jurusan lain.saya berharap tulisan saya ini dapat menjadi semacam cambuk pelecut bagi kawan kawan saya di Jurusan Antropologi untuk dapat memberikan kontribusinya bagi pembangunan di Indonesia.

 

DAFTAR PUSTAKA

1.Amri Marzali,”Ilmu antropologi bagi indonesia yang sedang membangun”,Naskah pidato 6 mei 2002

2. Jurnal Antropologi « Antropologi Sosial.htm

3.Galeh Prabowo,Azas azas dan ruang lingkup antropologi

4.Farid Aulia,Menguraikan Antropologi dalam Wacana Kekinian.Opini

5. PERAN ANTROPOLOGI DALAM MEMECAHKAN MASALAH SOSIAL BUDAYA DI INDONESIA (Penyembuhan Krisis Kebudayaan Kekerasan di Indonesia) « herykita.htm

6.Shaifudin Bahdum.Peran kebudayaan dan suku etnis dalam Pembangunan Bangsa 


 

Adat dan Hukum di Aceh

Oleh Nik Abdul Rakib Bin Nik Hassan

Adat dan Hukum Aceh adalah Adat dan Hukum yang sangat menarik dan patut kita pelajari. Di sin saya kemukakan sebuah kajian tentang Adat dan Hukum Aceh yang ditulis oleh Herman RN, semasa menulis beliau adalah mahasiswa di FKIP PBSID Unsyiah, dan dia adalah pegiat kebudayaan dan aktivis Jaringan Komunitas Masyarakat.

Adat dan Hukum di Aceh 

 Aceh adalah salah satu provinsi di  Indonesia yang sangat menjunjung tinggi adat istiadat dalam masyarakatnya. Hal ini terlihat dengan masih berfungsinya institusi-institusi adat di tingkat gampông atau mukim. Meskipun Undang-undang no 5 tahun 1975 berusaha menghilangkan fungsi mukim, keberadaan Imum Mukim di Aceh masih tetap diakui dan berjalan. Hukum adat di Aceh tetap masih memegang peranan dalam kehidupan masyarakat.

Dalam masyarakat Aceh yang sangat senang menyebut dirinya dengan Ureueng Aceh terdapat institusi-institusi adat di tingkat gampông dan mukim. Institusi ini juga merupakan lembaga pemerintahan. Jadi, setiap kejadian dalam kehidupan bermasyarakat,


Ureueng Aceh selalu menyelesaikan masalah tersebut secara adat yang berlaku dalam masyarakatnya. Pengelolaan sumber daya alam pun di atur oleh lembaga adat yang sudah terbentuk.

Lembaga-lembaga adat dimaksud seperti Panglima Uteun, Panglima Laot, Keujruen Blang, Haria Pekan, Petua Sineubok. Semua lembaga ini berperan di posnya masing-masing sehingga pengelolaan sumberdaya alam di gampông trepelihara.


Misalnya, Panglima Laot yang bertugas mengelola segala hal berkaitan dengan laut dan hasilnya.
Tentunya semua hal berkaitan dengan laut diatur oleh lembaga tersebut. Begitu pun dengan lembaga lainnya.

 

Lembaga-lembaga adat itu sekarang terkesan hilang dalam masyarakat Aceh, karena derasnya arus globalisasi dan westernisasi yang mencoba merobah peradaban masyarakat Aceh. Padahal, jika lembaga-lembaga adat tersebut dihidupkan pada suatu gampông, kampung tersebut akan tetap kokoh seperti jayanya masa-masa kesultanan Aceh.

Salah satu contoh kokohnya masyarakat dengan peranan lembaga adat seperti terlihat di Gampông Barô.

 

Kampung yang dulunya berada di pinggir pantai, namun tsunami menelan kampung mereka. Berkat kepercayaan masyarakat kepada pemangku-pemangku adat di kampungnya, masyarakat Gampông Barô sekarang sudah memiliki perkampungan yang baru, yaitu di kaki bukit desa Durung, Aceh Besar.

 

Tak pernah terjadi kericuhan dalam masyarakatnya, sebab segala macam kejadian, sampai pada pembagian bantuan pun masyarakat percaya penuh kepada lembaga adat yang sudah terbentuk. Nilai musyawarah dalam masyarakat adat memegang peranan tertinggi dalam pengambilan keputusan.

Kasus lain pernah terjadi di tahun 1979. Ketika itu desa Lam Pu’uk selisih paham dengan desa Lam Lhom.

 

Kasus itu terhitung rumit karena membawa nama desa, namun masalah dapat diselesaikan secara adat oleh Imum Mukim. Ini merupakan bukti kokohnya masyarakat yang menjunjung tinggi adat istiadat yang berlaku. Mereka tidak memerlukan polisi dalam menyelesaikan masalah sehingga segala macam bentuk masalah dapat diselesaikan dengan damai tanpa dibesar-besarkan oleh pihak luar.

 

Jika kita lihat hukum yang dipakai oleh aparatur negara (polisi), selalu berujung pada penjara dan denda. Penyalahgunaan hukum oleh aparatur penegak hukum itu pun sering kita dengar. Misalkan saja ketika seseorang silap tak memakai helm di jalan raya. Orang itu langsung dijatuhi denda sampai Rp 50 ribu.

 

Hal ini pernah menimpa beberapa pengendara sepeda motor yang melintas di jalan depan Perpustakaan Daerah NAD. Ketika yang melakukan kesalahan adalah penegak hukum atau kerabatnya, orang tersebut bisa bebas begitu saja. Artinya hukum yang dipakai tidak berlaku pada penegak hukum.

 

Dalam hukum adat semua jenis pelanggaran memiliki jenjang penyelesaian yang selalu dipakai dan ditaati masyarakat. Hukum dalam adat Aceh tidak langsung diberikan begitu saja meskipun dalam hukum adat juga mengenal istilah denda. Dalam hukum adat jenis penyelesaian masalah dan sanksi dapat dilakukan terlebih dahulu dengan menasihati.

 

Tahap kedua teguran, lalu pernyataan maaf oleh yang bersalah di hadapan orang banyak (biasanya di meunasah/ mesjid), kemudian baru dijatuhkan denda. Artinya, tidak langsung pada denda sekian rupiah. Jenjang penyelesaian ini berlaku pada siapa pun, juga perangkat adat sekalipun.

 

Menilik hukum yang diselenggarkan oleh aparatur hukum negara ini, apakah sudah sesuai dengan syariat Islam jika dengan segampangnya meminta uang denda kepada
orang yang silap tidak mengenakan helm tanpa menasihati dan memperingati terlebih dahulu? Oleh karena Aceh ini sudah diterapkan syariat Islam, hukum di Aceh hendaknya jangan bertentangan dengan hukum Islam. Islam tidak pernah memberatkan atau mempersulit penganutnya. Hukum adat di Aceh selalu berpedoman kepada alquran dan assunnah.
Hal ini juga sesuai dengan qanun NAD nomor 7 tahun 2000 bab II pasal 2.


Lahirnya UU no.11 tahun 2006 memperlihatkan pemerintah Indonesia telah mulai berpihak kepada rakyat Aceh. Di sana mulai diakui keberadaan mukim dan gampông serta lembaga adat lainnya.

 

Dijelaskan dalam bab XIII pasal 98, bahwa lembaga adat berfungsi dan berperan sebagai wahana partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan pemerintahan Aceh di bidang keamanan, ketenteraman, kerukunan, dan ketertiban masyarakat.

 

Lembaga-lembaga adat dimaksud ada yang di tingkat gampông dan ada yang di tingkat mukim. Jika lembaga adat ini diberikan wewenang sesuai undang-undang dan peraturan yang berlaku dalam masyarakat, niscaya sumber daya alam di gampông tersebut lestari dan terjaga. Maka masyarakat Aceh akan kembali jaya seperti zaman kesultanan dahulu, karena hukum adat selalu pro rakyat. Semoga!