Dr. Christiaan Snouck Hurgronje
Di
dalam kelas semasa penulis masih memberi kuliah kepada pelajar di Jurusan
Pengajian Melayu di Prince of Songkla University, Kampus Pattani. Beberapa
subjek di Jurusan Pengajian Melayu di universiti tersebut penulis akan
kemukakan cerita peranan Dr. Christiaan
Snouck Hurgronje terhadap Aceh. Ini adalah supaya pelajar sedar bagaimanakah
penjajah dapat mengalahkan pemerintah pribumi di Aceh dan mungkin juga penjajah
di lain lain tempat di Nusantara memainkan perana seperti Dr. Christiaan Snouck Hurgronje. Dr. Christiaan Snouck
Hurgronje ataupun nama Islam (pura puranya) nya Haji Abdul Ghaffar.
Dr.
Christiaan Snouck Hurgronje semasa di Makkah
Siapakah
Dr. Christiaan Snouck Hurgronje, Dia adalah seorang Belanda yang berbagai
peranan seperti seorang ahli akademi, seorang penulis, seorang agent penjajah
atau spy dan juga seorang penasihat kepada penjajah. di sini penulis ambil
sebuah artikel asli orang Aceh, Tengku Puteh. Artikelnya “Siapa Snouck
Hurgronje” yang disiarkan di blognya Tengkuputeh.com.
Dr.
Christiaan Snouck Hurgronje lahir di Tholen, Oosterhout, 8 Februari 1857 dan meninggal di Leiden, 26 Juni 1936 pada
umur 79 tahun. Dia adalah seorang sarjana Belanda budaya Oriental dan bahasa
serta Penasihat Urusan Pribumi untuk pemerintah kolonial Hindia Belanda ataupun
sekarang Indonesia. Pada tahun 1889 dia menjadi profesor Pengajian Melayu di
Universitas Leiden dan penasihat rasmi kepada pemerintah Belanda untuk urusan
kolonial. Dia menulis lebih dari 1,400 makalah tentang situasi di Aceh dan
posisi Islam di Hindia Belanda, serta pada layanan sipil kolonial dan
nasionalisme.
Antara
1891-1892, Dr. Christiaan Snouck Hurgronje yang saat itu telah fasih berbahasa
Aceh, Melayu dan Jawa akhirnya pergi ke Aceh yang hancur oleh Perang Aceh yang
berkepanjangan. Dia masih terus berkorespondensi dengan ulama-ulama Serambi
Mekkah. Jabatan lektornya dilepas pada pertengahan Oktober 1887. Proposal
penelitian kepada Gubernur Jenderal segera diajukan pada 9 Februari 1888.
Niatnya didukung penuh oleh Direktur Pendidikan Agama dan Perindustrian (PAP),
juga Menteri Urusan Negeri Jajahan. Proposal pun berjalan tanpa penghalang. Di
bawah nama “Haji Abdul Ghaffar”, ia membangun sebuah hubungan kepercayaan
dengan unsur agama penduduk di wilayah ini. Dalam laporan tentang situasi
agama-politik di Aceh, Dr. Christiaan Snouck Hurgronje sangat menentang
penggunaan taktik teror militer terhadap rakyat Aceh dan sebaliknya
menganjurkan spionase terorganisir sistematis dan memenangkan dukungan dari
elit aristokrat. Namun Ia melakukan dengan mengidentifikasi sarjana radikal
Muslim (Ulama) yang akan menyerah dengan menunjukkan kekuatan.
Anak Dr. Christiaan Snouck Hurgronje
Selama
tujuh bulan Snouck berada di Aceh, sejak 8 Julai 1891 dia dibantu beberapa
orang pelayannya. Baru pada 23 Mei 1892, Dr. Christiaan Snouck Hurgronje
mengajukan Atjeh Verslag, laporannya kepada pemerintah Belanda tentang
pendahuluan budaya dan keagamaan, dalam lingkup nasihat strategi kemiliteran
Snouck. Sebagian besar Atjeh Verslag kemudian diterbitkan dalam De Atjeher dalam
dua jilid yang terbit 1893 dan 1894. Dalam Atjeh Verslag-lah pertama
disampaikan agar kotak kekuasaan di Aceh dipecah-pecah. Itu berlangsung lama,
karena sampai 1898, Snouck masih saja berkutat pada perang kontra-gerilya.
Dr. Christiaan Snouck Hurgronje mendekati ulama untuk boleh memberi fatwa agama. Tapi fatwa-fatwa itu berdasarkan “politik Divide et impera”. Demi kepentingan keagamaan, dia berkotbah untuk menjauhkan agama dan politik. Selama di Aceh Dr. Christiaan Snouck Hurgronje meneliti cara berpikir orang-orang secara langsung. Dalam suratnya kepada Van der Maaten (29 Jun 1933), Dr. Christiaan Snouck Hurgronje mengatakan bahwa dia bergaul dengan orang-orang Aceh yang menyingkir ke Penang.
Sebagai penasihat J.B. van Heutsz, ia mengambil peran aktif dalam bagian akhir (1898-1905) Perang Aceh (1873-1913). Dia menggunakan pengetahuannya tentang budaya Islam untuk merancang strategi yang secara signifikan membantu menghancurkan perlawanan dari penduduk Aceh dan memberlakukan kekuasaan kolonial Belanda pada mereka, mengakhiri perang 40 tahun dengan perkiraan korban sekitar 50,000 dan 100,000 penduduk mati dan sekitar satu juta terluka.
Pada
tahun 1898 Dr. Christiaan Snouck Hurgronje menjadi penasihat terdekat Kolonel
Van Heutsz dalam “menenangkan” Aceh dan nasihatnya berperan dalam membalikkan
keberuntungan Belanda dalam mengakhiri
Perang Aceh yang berlarut-larut. Hubungan antara Heutsz dan Snouck memburuk
ketika Heutsz terbukti tidak mau menerapkan ide Snouck untuk administrasi dan
etika tercerahkan.
Makam
Dr. Christiaan Snouck Hurgronje
Pada 1903, kesultanan Aceh takluk. Tapi persoalan Aceh tetap tak selesai. Dr. Christiaan Snouck Hurgronje terpaksa membalikkan metode dengan mengusulkan agar di Aceh diterapkan kebijakan praktis yang dapat mendorong hilangnya rasa benci masyarakat Aceh karena tindakan penaklukkan secara bersenjata. Ini menyebabkan sejarah panjang dan ambivalensi dialami pemerintah Kolonial Belanda dalam menyelesaikan Aceh. Dr. Christiaan Snouck Hurgronje pula yang menyatakan bahawa takluknya kesultanan Aceh, bukan berarti seluruh Aceh takluk. Di tahun yang sama, Dr. Christiaan Snouck Hurgronje menikahi wanita pribumi lain dan memiliki seorang putra pada tahun 1905. Kecewa dengan kebijakan kolonial, ia kembali ke Belanda tahun depan untuk melanjutkan karier akademik yang sukses.