Oleh Nik Abdul Rakib Bin Nik Hassan
Kali ini saya akan bicara tentang seorang
tokoh budaya Melayu yang sangat terkenal di Alam Melayu. Tokoh itu ialah Pak
Tenas Effendy. Ataupun nama sebenarnya ialah Tengku Nasyaruddin Effendy. Saya
sudah lupa dimanakah pertama kali saya berkenalan denga Pak Tenas Effendy. Saya sering berjumpa degan Pak Tenas Effendy di
Malaysia. Baik di acara di Melaka, Kuala Lumpur dan mungkin juga di Akademi
Pengajian Melayu Universiti Malaya. Kerana Tenas Effendy adalah pensyarah tetamu di Akademi
Pengajian Melayu.
Dan juga saya serig berjumpa tokoh budaya Riau ini di Indonesia. Baik di acara di Pekanbaru, Riau. Juga di Batam, Kepri dan di Tanjungpinang, Kepri. Saya juga berkesempatan melawat rumahnya di Pekanbaru. Saya sangat kagum dengan tokoh budaya ini sehingga saya rumah, rumah yang sedikit berbentuk rumah Melayu Riau juga mengam sayap rumah berbentuk rumah Pak Tenas Effendy.
Disini saya memperkenalkan riwayat hidup Pak
Tenas Effendy.
Tengku Nasyaruddin Effendy atau lebih dikenal dengan nama Tenas Effendy (lahir pada 9 November 1936 – meninggal pada 28 Februari 2015) adalah budayawan dan sastrawan dari Riau. Sebagai seorang sastrawan, Effendy telah banyak membuat makalah, baik untuk simposium, lokakarya, diskusi, maupun seminar, yang berhubungan dengan Melayu, seperti Malaysia, Brunei, Singapura, Thailand Selatan, Filipina Selatan, sampai Madagaskar. Effendy sangat menjunjung tinggi dan amat peduli dengan kemajuan dan perkembangan kebudayaan Melayu
Penguasaannya tentang makna filosofis yang terkandung dalam benda-benda budaya dipelajarinya secara otodidak sejak kecil. Ayahnya, Tengku Sayed Umar Muhammad adalah sekretaris Sultan Hasyim dari Kerajaan Pelalawan. Sejak kecil ia sudah terbiasa hidup dalam lingkungan budaya Melayu yang kental serta adat istiadat istana yang begitu kuat. Kondisi ini telah mendorongnya untuk belajar memahami dan kemudian menulis tentang kebudayaan Melayu. Ia memulai dari menulis kembali pantun-pantun, Petata-petitih, Ungkapan, Syair, Gurindam, dan segala macam yang berkenaan dengan kebudayaan Melayu.
Tenas Effendy pertama kali menulis tentang
kebudayaan pada tahun 1952. Pada saat itu ia masih belajar di sebuah perguruan
di Bengkalis. Ketertarikan dan minatnya terhadap kebudayaan Melayu tidak
terlepas dari keluarganya yang mencintai adat istiadat Melayu, neneknya adalah
seorang pembaca syair yang terkenal pada masanya. Selain pandai membaca syair,
neneknya juga pandai dalam menenun, menekat pakaian-pakaian tradisional
kerajaan Melayu di Pelalawan.
Sejak masa kanak-kanak Tenas Effendy sudah akrab dengan adat istiadat Melayu, sudah menjalani adab dan etika Melayu dalam kehidupan sehari-hari, maka ada semacam kekhawatiran ketika ia melihat, begitu banyak nilai luhur tata pergaulan Melayu sudah tidak lagi diperhatikan masyarakat. Menyadari hal tersebut, ia berusaha mencatat, mengumpulkan kembali, menghimpun melakukan kajian-kajian dan membuat penelitian tentang kebudayaan Melayu dalam bentuk apa saja.
Menyadari bahwa kekayaan khazanah kebudayaan
Melayu begitu berlimpah dan masih terlalu banyak yang belum dapat
dikumpulkannya, ia mendirikan Tenas Effendy Foundation, sebuah lembaga yang
berusaha memberi bantuan pada para peneliti atau siapapun yang berminat
melakukan penelitian terhadap berbagai aspek kebudayaan Melayu. Hasil usahanya
dalam rentang waktu tersebut, antara lain, setumpuk buku yang diterbitkan di
dalam dan luar negeri. Sampai kini, Tenas sedikitnya telah menulis 70-an buku
dan ratusan makalah yang dibawakan dalam berbagai pertemuan budaya di dalam dan
di luar negeri, seperti Belanda, Brunei Darussalam, Malaysia, Singapura,
Thailand adalah beberapa negara yang kerap mengundangnya untuk berceramah
disana. Dewan Bahasa dan Pustaka Malaysia, mengundangnya sebagai penulis tamu.
Sejumlah bukunya, juga diterbitkan Dewan
Bahasa dan Pustaka, Malaysia. Mengingat buku-buku yang ditulis Tenas Effendy
menyentuh berbagai aspek kebudayaan Melayu, maka dari 70-an buku yang
dihasilkannya itu, hampir separuhnya digunakan sebagai semacam buku pegangan,
baik untuk kalangan pelajar dan mahasiswa, maupun untuk masyarakat umum sebagai
bahan pendidikan dan tata pergaulan dalam keluarga. Bahkan, sebagian besar
Pemda Kabupaten di Provinsi Riau dan Kepulauan Riau, menempatkan buku-buku yang
ditulis Tenas Effendy sebagai semacam buku wajib untuk para pegawai Pemda.
Ia tidak sekadar ditempatkan sebagai
budayawan yang mumpuni, tokoh adat yang kharismatik, tetapi juga kerap
mengundangnya dalam kaitannya dengan kebijakan yang akan disusun dan dijalankan
pemda. Tidak jarang pula, Tenas terpaksa harus menyelesaikan persoalan-persoalan
kemasyarakatan. Sebagai tokoh masyarakat, Pak Tenas panggilan akrabnya terlibat
pula dalam berbagai aktivitas organisasi kemasyarakatan, baik sebagai ketua,
penasihat, maupun pengurus. Yang dilakukan Tenas Effendy tidak sekadar
mengumpulkan dan mendokumentasikan segala yang berkaitan dengan khazanah
kesusastraan Melayu tapi juga memunculkan kesadaran bahwa kesusastraan adalah
salah satu bagian dari sebuah mesin raksasa yang bernama kebudayaan. Sambil
mencoba menafsirkan dan memaknai kandungan filosofis di balik khazanah
kesusastraan Melayu, ia juga menerjemahkan dan membuka tabir makna berbagai
benda budaya.
Buku buku tulisan Pak Tenas Effendy yang sebahagiannya Pak Tenas Effendy serah kepada saya.
Upacara Tepung Tawar (1968),
Lancang Kuning dalam Mitos Melayu Riau
(1970),
Seni Ukir Daerah Riau (1970),
Tenunan Siak (1971),
Kesenian Riau (1971),
Hulubalang Canang (1972)
Raja Indra Pahlawan (1972),
Datuk Pawang Perkasa (1973),
Tak Melayu Hilang di Bumi, (1980),
Lintasan Sejarah Kerajaan Siak, (1981),
Hang Nadim, (1982),
Upacara Mandi Air Jejak Tanah Petalangan,
(1984),
Ragam Pantun Melayu, (1985),
Nyanyian Budak dalam Kehidupan Orang Melayu,
(1986),
Cerita-cerita Rakyat Daerah Riau, (1987),
Bujang Si Undang, (1988),
Persebatian Melayu, (1989),
Kelakar Dalam Pantun Melayu, (1990)
Ulang Tahun Jordan Michael Manurung (30 April
2013)
Penghargaan