Oleh Nik Abdul Rakib Bin Nik Hassan
Naskah Melayu yang sangat terkenal bagi
penyelidik naskah naskah kuno ialah Naskah Undang Udang Tanjung Tanah. Naskah
ini ditemui di Desa Tanjung Tanah, Kecamatan Danau Kerinci, Kabupaten Kerinci,
Provinsi Jambi. Dengan itu naskah ini dinamakan naskah undang Undang Tanjung
Tanah.
Disini kita mengikuti perkembangan Naskah Undang
Udang Tanjung Tanah dari tulisan Shalihah S. Prabarani yang termuat di laman
web Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Tulisannya adalah seperti berikut :-
Direktorat Pelindungan Kebudayaan, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, bersama dengan Tim Ahli Cagar Budaya Nasional melakukan pendokumentasian dan verifikasi data penetapan Kitab Undang-Undang Tanjung Tanah sebagai Cagar Budaya Nasional pada Jumat, 12 Mei 2022 lalu, di Desa Tanjung Tanah, Kecamatan Danau Kerinci, Kabupaten Kerinci, Provinsi Jambi.
Kegiatan ini dilakukan bersamaan dengan acara
Kenduri Sko, sebuah ritual adat yang diselenggarakan dalam rangka penyucian
pusaka. Kitab Undang-Undang Tanjung Tanah, yang dalam Tambo Kerinci 214 disebut
juga sebagai Pusako Depati Talam Tuo Tanjung Tanah, merupakan salah satu pusaka
yang dimandikan dalam ritual tersebut. Pusaka ini hanya dibuka dari kotak
penyimpanannya setiap 5 (lima) tahun sekali, dan harus diawali dengan Kenduri
Sko.
Naskah Tanjung Tanah yang ditulis dalam
Bahasa Melayu ini terdiri dari tiga puluh lima halaman. Sebanyak tiga puluh dua
halaman menggunakan aksara Sumatera Kuno, sedangkan dua halaman terakhir
menggunakan aksara Ulu Tua atau Incung. Berdasarkan jenis aksara dan bahasa
Melayu Kuno yang digunakan, pembuka yang diawali dengan narasi pertanggalan
dengan Bahasa Sansekerta, dan penyebutan tahun Saka alih-alih Masehi, diduga
naskah ini ditulis pada masa pra-Islam. Media penulisannya menggunakan bahan
daluang, yaitu lembaran tipis yang dibuat dari kulit pohon. Dari analisis
radiokarbon diketahui bahwa naskah ini berasal dari kurun waktu 1304-1380
Masehi. Jika dikaitkan dengan data-data sejarah, maka kemungkinan besar naskah
Tanjung Tanah ditulis pada paruh kedua abad ke-14 Masehi
Menurut Dr Ninie Susanti, Ketua Umum
Perkumpulan Ahli Epigrafi Indonesia (PAEI) sekaligus anggota Tim Ahli Cagar
Budaya Nasional, kitab ini memiliki peran sangat signifikan dalam sejarah
perkembangan peradaban Melayu. Di dalamnya berisi kumpulan peraturan, jenis
tindak kejahatan dan denda yang dikenakan jika melanggar aturan tersebut, serta
jenis hukuman yang berlaku di Kerajaan Melayu yang kala itu berpusat di
Dharmasraya. Selain itu, keberadaan kitab ini mampu mengungkap adanya transisi
kebudayaan dari masa PraIslam ke masa Islam, termasuk diantaranya transisi
aksara dan pengaruh kebudayaan lain yang berkembang pada masa itu.
Berbeda dengan Dr Ninie, Dr Junus Satrio
Atmodjo dari Perkumpulan Ahli Arkeologi Indonesia (IAAI) sekaligus Ketua Tim
Ahli Cagar Budaya Nasional (TACBN), menjelaskan tentang evolusi kebudayaan yang
terjadi di Kerinci selama ribuan tahun. Perubahan budaya yang terjadi dapat
diketahui dari tinggalan arkeologi yang banyak ditemukan di wilayah Kerinci,
mulai dari tinggalan megalitik masa prasejarah, masa Hindu-Buddha, hingga masa
masuknya pengaruh Islam. Inilah, menurutnya, yang membuat Kerinci begitu
istimewa.
Judi Wahjudin, selaku Plh Direktur Pelindungan Kebudayaan, secara terpisah mengatakan bahwa Kitab Undang-Undang Tanjung Tanah sebagai salah satu artefak yang menjadi properti utama dalam Kenduri Sko hingga saat ini masih dianggap sebagai naskah kuno Melayu tertua di dunia.
Plh Direktur Pelindungan Kebudayaan beserta
Tim Ahli Cagar Budaya Nasional berdiskusi dengan Pucuk Depati Talam Tuo Tanjung
Tanah
Ia menambahkan bahwa ditilik dari kondisi
fisik dan nilai penting yang dikandungnya, maka upaya pelindungan hukum melalui
penetapan sebagai Cagar Budaya harus dilakukan segera. Upaya ini tentunya harus
didukung Pemerintah Daerah setempat sesuai kewenangannya. Pelindungan hukum
secara bertahap dilakukan dengan disertai literasi terkait konservasi objek dan
penguatan tata kelola penyelenggaraan Kenduri Sko.
Penetapan sebagai Cagar Budaya Nasional perlu
segera dilakukan
Penetapan Kitab Undang-Undang Tanjung Tanah
sebagai Cagar Budaya Nasional berlandaskan pada nilai pentingnya sebagai naskah
hukum yang menjadi panduan bagi wilayah-wilayah yang berada di bawah kekuasaan
Raja Adityawarman, termasuk diantaranya raja-raja Kerinci. Melalui penetapan
ini, sebagaimana amanat Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 Tentang Cagar Budaya,
diharapkan Kitab Undang-Undang Tanjung Tanah dapat terus lestari.
Tiada ulasan:
Catat Ulasan