Oleh Nik Abdul Rakib Bin Nik Hassan
Semasa
Dato’ Seri Ismail Sabri Yaakub menjadi Perdana Menteri Malaysia. Walaupun masa beliau
menjawat jawatannya agak singkat. Tetapi orang Melayu Malaysia dan termasuk Melayu
Patani di Selatan Thailand turut heboh dengan cadangan Dato’ Seri Ismail Sabri
Yaakub kepada Pak Joko Widodo, Presiden Indonesia. Beliau mencadang Bahasa
Melayu menjadi Bahasa ASEAN selepas Bahasa Inggeris.
Dari
segi politik Malaysia khusus orang Melayu Malaysia adalah sangat positif dapat
mengambil hati orang Melayu di Malaysia. mereka menggangap mantan Perdana
Menteri Malaysia itu adalah seorang nasionalis dan mencintai Bahasa Melayu.
Tetapi dari segi logiknya ia sangat lucu seperti mantan Perdana Menteri
Malaysia tidak tahu situasi ebenar kedudukan Bahasa Melayu dengan Bahasa Indonesia.
Ini juga seakan penasihat ataupun orang keliling mantan Perdana Menteri
Malaysia itu buta situasi sebenar.
Saya
sebagai kawan lama mantan Perdana Menteri Malaysia itu semenjak umur 20-an tahun
telah hantar mesej kepadanya bahawa cadangan itu tidak akan berhasil dan pihak mantan
Perdana Menteri Malaysia itu mesti belajar cara Indonesia mengembangkan Bahasa Indonesia
ke seluruh dunia. Baik dengan membuka kelas Bahasa Indonesia di Kedutuan Besar
Republik Indonesia dan biasiswa Darmasiswa,
begitu juga dengan Biasiswa Kemitraan Negara Berkembang (KNB) yang KNB akan
diberikan kepada pelajar internasional
yang telah memenuhi syarat-syarat kelayakan belajar di 27 universiti di
Indonesia.
Semasa
hebohnya berita cadangan itu di Patani Thailand, ada beberapa kawan tanya adakah
cadangan itu akan berhasil. Kerana bagi kami di Patani, Selatan Thailand, jika Bahasa
Melayu dapat jadi Bahasa ASEAN, akan mengangkan maruah masyarakat Melayu di
Patani yang menjadi kelompok minoriti di negara gajah putih itu.
Jawapan
saya, Mustahil !!!! pertama maksud Melayu di Malaysia dengan Indonesia sangat
berbeza. Melayu di Malaysia lebih kepada Ras merangkumi ras Malayan di
Malayssia, Indonesia, Brunei, Singapura dan Filipina. Sebaliknya Melayu di
Indonesia lebih kepada satu etnik di Indonesia seperti di pesisir Sumatra,
Kepulauan Riau, pesisir Kalimantan dan sebagainya.
Dari
segi Bahasa, di Malaysia Bahasa Melayu difahamkan Bahasa yang merangkumi Bahasa
rasmi di Malaysia, Indonesia, Brunei. Sebaliknya, di Indonesia Bahasa Indonesia
adalah Bahasa Idonesia bukan Bahasa Melayu walaupun Bahasa Indonesia berasal
dari Bahasa Melayu. Bahasa Indonesia selain berasal dari Bahasa Melayu,
bahasanya diambil perkataan dari Bahasa Bahasa daerah di Indonesia. Bahasa
Indonesia terpengarug dari Bahasa Belada. Sebaliknya Bahasa Melayu Malaysia
terpengaruh dari Bahasa Inggeris.
Dan
jawapan saya lagi, jika betul betul ingin Bahasa Melayu baik atas nama Bahasa Melayu
ataupun Bahasa Indonesia. Kedua dua pihak, Indonesia dan Malaysia mesti duduk
semeja dulu, dan memberi kuasa sepenuhnya kepada pihak yang bertanggungjawap
tentang Bahasa iaitu MABBIM. MABBIM ialah sebuah badan kebahasaan serantau yang
dianggotai oleh tiga negara, iaitu Negara Brunei Darussalam, Indonesia dan
Malaysia. Indoneia dianggota oleh Balai Bahasa. Dan Malaysia dianggota oleh
Dewan Bahasa dan Pustaka, Brunei dianggota oleh Dewan Bahasa dan Pustaka
Brunei.
Disini
saya kemukakan sebuah artikel yang terkait dengan cadangan mantan Perdana
Menteri itu. Artikel itu ditulis oleh Trisna Wulandari denan tajuk “5 Perbedaan
Bahasa Melayu dan Bahasa Indonesia, dari Penutur hingga Status” disiarkan di detikedu
di detik.com. Ini untuk kita tahu bagaimana pandangan orang Indonesia setelah
berita mantan Perdana Menteri Malaysia itu mencadangkan Bahasa Melayu sebagai Bahasa
ASEAN kepada Bapak Presiden Indonesia. Isi kandingan artikel tersut beberapa
perkataan diubah dari Bahasa Indonesia kepada baasa Melayu seperti identitas kepada
identiti. Isinya adalah berikut:
Malaysia
mengusulkan bahasa Melayu sebagai bahasa kedua ASEAN setelah bahasa Inggris.
"Malaysia
akan mengadakan perbincangan dengan pemimpin ASEAN untuk mencadangkan
penggunaan bahasa Melayu sebagai bahasa kedua ASEAN dalam usaha memartabatkan
bahasa ibunda ke peringkat antarbangsa," kata Perdana Menteri Malaysia
Ismail Sabri Yaakob dalam dalam akun Facebook-nya, Rabu (23/3/2022).
Menurut Ismail Sabri Yaakob, pengusulan ini lantaran bahasa Melayu dituturkan banyak penduduk ASEAN, termasuk Indonesia.
"Indonesia,
Brunei, Singapura, Thailand selatan, Filipina selatan, serta sebagian dari
Kamboja turut menggunakan bahasa Melayu sebagai bahasa pengantar. Jadi tidak
ada alasan kami tidak bisa menjadikan bahasa Melayu sebagai salah satu bahasa
resmi ASEAN," katanya.
Kepala
Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kemendikbudristek Prof. Endang Aminudin
Aziz, M.A., Ph.D. membenarkan adanya penutur bahasa Melayu di Indonesia, tetapi
sebagai bahasa daerah, bukan bahasa nasional.
Ia
menambahkan, bahasa Melayu di Indonesia juga berbeda dengan di Malaysia. Sebab,
bahasa Melayu di Indonesia sudah terpengaruh bahasa daerah lain dan bahasa
Indonesia sendiri.
"Kerana
status bahasa Indonesia jadi bahasa nasional, jadi dituturkan banyak orang.
Jadi mau tidak mau, bahasa Jawa, Sunda menyerap istilah dari bahasa Indonesia.
Bahasa Melayu pun di Riau banyak menyerap kosakata bahasa Indonesia,"
jelasnya.
"Sementara
bahasa Melayu di Malaysia berkembang sendiri, dengan lafal sendiri, dengan kosakata
sendiri. Bahawa mereka saling memahami, wajar kerana akarnya sama," imbuh
Aminudin.
Aminudin
menjelaskan sejumlah perbezaan bahasa Melayu dengan bahasa Indonesia sebagai
berikut.
Perbezaan
bahasa Melayu dengan bahasa Indonesia
1.
Penyebutan bahasa Indonesia bukan bahasa Melayu
Aminudin
mengatakan, dari fakta sejarah disebutkan bahawa asal bahasa Indonesia adalah
bahasa Melayu. Namun, bahasa baru ini lalu sepakat dinamakan bahasa Indonesia,
bukan bahasa Melayu. Kerana itu, sambungnya, orang perlu menyebutnya sebagai
bahasa Indonesia, tidak disamakan.
"Dan
ini harus jadi sikap bangsa Indonesia kerana bahasa Indonesia ini bagi kita
adalah bahasa perjuangan. Ketika kita deklarasikan dengan Sumpah Pemuda 28
Oktober 1928, kita menamainya bahasa indonesia," jelasnya.
2.
Bahasa Melayu berstatus bahasa daerah di Indonesia
Ia
menambahkan, bahasa Melayu di Indonesia juga berstatus sebagai bahasa daerah.
Sementara itu, bahasa Indonesia berstatus bahasa nasional sehingga statusnya
lebih tinggi.
Status
bahasa Melayu tersebut menurutnya juga menjadikan bahasa ini tidak ubahnya
seperti bahasa daerah lain di Indonesia, baik bahasa Sunda, Batak, Jawa, bahasa
di Papua, dan lain-lain.
Kerana
itu, sambungnya, upaya untuk tidak mencampur aduk penggunaan sebutan antara
bahasa Indonesia dan bahasa Melayu diterapkan.
"Di
diskusi di Kepri sebelumnya saat ada kunjungan Badan Kerja Sama Antar Parlemen
(BKSAP), saya minta teman-teman kabarkan ke DPR , kita tidak menggunakan
istilah bahasa Melayu. Harus menggunakan bahasa Indonesia, bahasa Melayu itu
bahasa daerah bagi kita," terang Aminudin.
"Setelah
diskusi juga di Kepri, sepakat juga kini (penyebutan bahasa Indonesia) harus
pakai (istilah) bahasa Indonesia, bukan bahasa Melayu istilahnya.
3.
Berkembang dengan cara berbeza
Aminudin
mengatakan, cara perkembangan bahasa Indonesia berbeda dengan bahasa Melayu di
Indonesia. Ia menjelaskan, perkembangan dan pengayaan kosakata bahasa Indonesia
dipengaruhi bahasa Belanda, Arab, Portugis, Inggris, China, Jepang, Prancis,
Turki, Korea, hingga 718 bahasa daerah di Indonesia.
Bahasa
Melayu di Indonesia menurutnya juga dipengaruhi bahasa daerah lain dan bahasa
Indonesia sendiri.
"Bahasa Indonesia kini juga mempengaruhi bahasa Melayu. Nah ini karena apa? Karena bahasa Indonesia jadi bahasa nasional, jadi dituturkan banyak orang. Mau tidak mau, bahasa Jawa, Sunda, juga menyerap istilah dari bahasa Indonesia. Bahasa Melayu pun di Kepulauan Riau banyak menyerap kosakata bahasa Indonesia," terangnya.
4.
Jumlah penutur bahasa Indonesia jauh lebih besar
Menurut
Aminudin, jumlah penutur bahasa Indonesia jauh lebih besar dari bahasa Melayu
karena penduduk yang mencapai sekitar 279 juta jiwa. Para penutur ini termasuk
murid SD (Sekolah Dasar – Sekolah Rendah dan TK (Taman Kanak kanak – TADIKA) hingga
orang tua, baik di kota maupun di pedesaan.
"Kecuali
mungkin orang di pedalaman terpencil yang mungkin masih menggunakan bahasa
daerahnya," katanya.
Ia
menambahkan, jumlah penutur bahasa Indonesia di atas belum ditambah sekitar 80,000
pembelajar bahasa Indonesia asing yang saat ini belajar dari fasiliti Badan
Bahasa di lebih 40 negara. Di samping itu, ada juga penutur yang belajar bahasa
Indonesia dari masyarakat setempat.
"Contoh di Jepun, meskipun tidak kita fasilitasi langsung, orang indonesia di Jepun juga mengenalkan bahasa Indonesia kepada orang-orang Jepun. Demikian juga di Australia, seperti anak-anak SD-nya. Dari hasil diskusi teman-teman Balai Bahasa Perth, ada 40,000-an penutur," jelas Aminudin.
5.
Tingkat keterpahaman bahasa Indonesia lebih tinggi
Tingkat
keterpahaman atau mutual intelligebility bahasa Indonesia menurut Aminudin juga
lebih luas dari bahasa Melayu.
"Maksudnya
begini, orang Melayu yang dengar tutur bahasa Indonesia akan mengerti, tetapi
belum tentu penuturan berbahasa Melayu akan dimengerti penutur bahasa
Indonesia. Yang seperti ini menunjukkan, ketercakupan dan keterpahaman bahasa
Indonesia jauh lebih tinggi," kata Aminudin.
Bagaimana
detikers, apakah kamu menjumpai perbedaan antara bahasa Melayu dan bahasa
Indonesia di percakapan sehari-hari?
Tiada ulasan:
Catat Ulasan