Isnin, 30 Oktober 2023

Tuanku Tambusai, Pahlawan Nasional Indonesia dari Riau yang makamya terletak di Malaysia.

Oleh Nik Abdul Rakib Bin Nik Hassan

Semasa megajar subek Malay Civilisation di Jurusan Pegaian Melayu di Fakulti Kemanusiaan dan Sains Sosial, Prince of Songkla University, Kampus Pattani. Kerana bahan bahan dalam Bahasa Thailand yang terkaitan degan ilmu Pengajian Melayu sannat terhad. Dan sesetengah pelaar agak kurang fasih dalam Bahasa Melayu/Indonesia. Dengan itu saya wajibkan semua pelajar yang mengambil subjek saya. Teremahkan bahan bahan dari Malaysia dan Indonesia serta menghuraikan isi kandugannya di depan kelas.

Saya sangat tertarik dengan seorang pelajar Namanya, Rusmini. Terjemahannya Tuanku Tambusai. Setiap kali saya ke Pekanbaru, Riau. Teringatlah Si pelajar itu, Rusmini, sekarang berkerja dengan unit Pasport, di Kementerian Luar Negeri Thailand dan terigat jugalah nama Tuanku Tambusai. Dengan itu saya kemukakan tentang Tuanku Tambusai. Isi kandungannya adalah seperti berikut:


Tuanku Tambusai (5 November 1784 – 12 November 1882) adalah salah seorang tokoh Paderi terkemuka.

Tuanku Tambusai dilahirkan di Dalu-dalu, sebuah kampung yang bersempadan dengan Sumatera Utara iaitu Nagari Tambusai, di Rokan Hulu, Riau. Kampug ini didirikan di tepi sungai Sosah, anak sungai Rokan. Tuanku Tambusai memiliki nama kecilya ialah  Muhammad Salleh, yang setelah pulang haji, ia dikenal sebagai Tuanku Haji Muhammad Saleh.


Tuanku Tambusai merupakan anak dari pasangan Minangkabau, Tuanku Imam Maulana Kali dan Munah. Ayahnya berasal dari Nagari Rambah. Dan Rambah adalah sebuah kecamatan yang bersempadan dengan bangun purba. Dan Ayahnya merupakan seorang guru agama Islam. Raja Tambusai mengangkat ayahnya, Tuanku Imam Maulana Kali menjadi imam dan kemudian menikah dengan perempuan  setempat. Ibunya berasal dari Nagari Tambusai yang bersuku Kandang Kopuh. Sesuai dengan tradisi Minangkabau yang matrilineal, suku ini diturunkannya kepada Tuanku Tambusai.

Sewaktu kecil Muhammad Saleh telah diajarkan ayahnya ilmu bela diri, termasuk ketangkasan menunggang kuda, dan tata cara bernegara.


Gerakan Paderi, Untuk memperdalam ilmu agama, Tuanku Tambusai pergi belajar ke Bonjol dan Rao di Sumatera Barat. Disana ia banyak belajar dengan ulama-ulama Islam yang berpafaman Paderi. Berpafaman Paderi adalah kaum umat muslim yang ingin menerapkan Syariat Islam di Negeri Minangkabau di Sumatera Barat hingga dia mendapatkan gelar fakih. Ajaran Paderi begitu memikat dirinya, sehingga ajaran ini disebarkan pula di tanah kelahirannya. Disini ajarannya dengan cepat diterima luas oleh masyarakat, sehingga ia banyak mendapatkan pengikut. Semangatnya untuk menyebarkan dan melakukan pemurnian Islam.

Melawan Belanda, Perjuangannya dimulai di daerah Rokan Hulu dan sekitarnya dengan pusat di Benteng Daludalu. Kemudian ia melanjutkan perlawanan ke wilayah Natal pada tahun 1823. Tahun 1824, ia memimpin pasukan gabungan Daludalu, Lubuksikaping, Padanglawas, Angkola, Mandailing, dan Natal untuk melawan Belanda. Dia sempat menunaikan ibadah haji dan juga diminta oleh Tuanku Imam Bonjol untuk mempelajari perkembangan Islam di Tanah Arab.


Dan Tuanku Tambusai cukup merepotkan pasukan Belanda, sehingga sering meminta bantuan pasukan dari Batavia. Berkat kecerdikannya, Fort Amerongen sebuah benteng milik Belanda dapat dihancurkan. Bonjol yang telah jatuh ke tangan Belanda dapat direbut kembali walaupun tidak bertahan lama. Tuanku Tambusai tidak saja menghadapi Belanda, tetapi juga sekaligus pasukan Raja Gedombang (Regent Mandailing) dan Tumenggung Kartoredjo, yang berpihak kepada Belanda. Oleh Belanda ia digelari “De Padrische Tijger van Rokan” (Harimau Paderi dari Rokan) kerana amat sulit dikalahkan, tidak pernah menyerah, dan tidak mau berdamai dengan Belanda. Keteguhan sikapnya diperlihatkan dengan menolak ajakan Kolonel Elout untuk berdamai. Pada tanggal 28 Disember 1838, benteng Daludalu jatuh ke tangan Belanda. Lewat pintu rahasia, ia meloloskan diri dari kepungan Belanda dan sekutu-sekutunya. Ia mengungsi dan wafat di Negeri Sembilan (Malaysia) pada tanggal 12 November 1882. Tuanku Tambusai pun meneruskan hidup di kampung bernama Rasah, Seremban, Negeri Sembilan, Malaysia dan meninggal disana.

Kerana jasa-jasanya yang pernah menentang kolonial Hindia Belanda. Pada tahun 1995 Pemerintah Republik Indonesia mengangkatnya sebagai pahlawan nasional.


Rujukan;

Dina Agustina BA Sembiring, Skripsi BA Strategi Perang Perang Tuanku Tambusai Melawan Peaahan Belanda (1832-1838)


Dobbin, Christine. Gejolak Ekonomi, Kebangkitan Islam, dan Gerakan Paderi, Minangkabau 1784 – 1847.


Mahidin Said, Rokan: Tuanku Tambusai Berjuang, Sri Dharma N.V

Soedarmanta, J. B. Jejak-jejak Pahlawan: Perekat Kesatuan Bangsa Indonesia.


Muhammad Radjab, Perang Paderi di Sumatera Barat (1803-1838), Balai Pusataka, 1964


Nain, Sjafnir Aboe, (2004), Memorie Tuanku Imam Bonjol (MTIB), transl., Padang: PPIM.


Radjab, Muhammad. (1964). Perang Paderi di Sumatera Barat (1803-1838). Jakarta: Balai Pustaka.


Suwardi, Suwardi (1981) Sejarah perlawanan terhadap imperialisme dan kolonialisme di Riau. Direktorat Jenderal Kebudayaan, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta.

Tiada ulasan: