Oleh Nik Abdul Rakib Bin Nik Hassan
Dari konflik Rempang kita ketengahkan pemilik
projek yang yang dinamakan Rempang Eco-City Project. Pemilik projek itu adalah
seorang ahli bisnis Indonesia keturunan Cina. Dan beliau juga termasuk dalam
ahli bisnis Indonesia yang disebut 9 Naga. Dari beberapa sumber seperti Wikipedia,
CNBC Indonesia dll. Saya akan muatkan maklumat pemilik Rempang Eco-City Project
seperti berikut:
Tomy Winata kadang kadangg juga disebut Tommy
Winata. Nama cinanya, Guo Shuo Feng (郭說鋒). Beliau dilahirkan pada 23 Julai 1958 di Pontianak,
Kalimantan Barat, Indonesia.
Tomy Winata adalah pemilik Grup Artha Graha atau Artha Graha Network. Usahanya terutama bergerak dalam bidang perbankan, properti dan infrastruktur. Disamping usaha bidang komersial, Tomy Winata juga dikenal sebagai pendiri Artha Graha Peduli, sebuah yayasan sosial, kemanusiaan dan lingkungan.
PT Makmur Elok Graha, pemegang hak eksklusif
untuk mengelola serta mengembangkan Rempang Eco City Project adalah anak
perusahaan Grup Artha Graha, yang dimiliki oleh Tomy Winata.
Perseroan tersebut mendapatkan sertifikat hak
guna bangunan seluas 16,583 hektar selama 80 tahun dari Otoritas Batam dan
Pemerintah Kota Batam.
Sejatinya, rencana pengembangan Pulau Rempang
sudah ditandatangani melalui perjanjian yang berlaku sejak ogos 2004. Kala itu
rencana projek tersebut bernama Kawasan Wisata Terpadu Eksklusif (KWTE).
Namun, rencana itu sempat mandek kerana
dugaan korupsi.
Belasan tahun kemudian, projek ini kembali hidup dan masuk daftar Projek Strategis Nasional dari pemerintah pusat.
Perusahaan kaca dan panel surya asal China,
Xinyi Group, disebut akan membangun pabrik di Kawasan Industri Rempang dengan
nilai investasi sebesar Rp172 triliun.
Tomy Winata adalah pengusaha berpengaruh
sejak era Orde Baru. Dia memiliki sejumlah bisnis dari berbagai sektor di bawah
payung Grup Artha Graha atau Artha Graha Network.
Bisnis grup tersebut mencakup properti,
keuangan, agro industri, perhotelan, pertambangan, media, hiburan, ritel, serta
IT dan telekomunikasi.
Pengusaha keturunan Tionghoa ini memulai
bisnisnya pada 1972 dalam projek pembangunan kantor Koramil di Singkawang,
Kalimantan Barat.
Dari situ dia mulai dekat dengan sejumlah
kalangan militer dan dipercaya memegang projek-projek lain seperti barak hingga
sekolah tentara.
Tomy Winata juga berada di balik pembangunan
kawasan perkantoran SCBD, Jakarta.
Pada 2016 namanya tercatat dalam daftar 40
orang terkaya di Indonesia dengan kekayaan mencapai Rp1.6 triliun.
Merujuk pada profil PT Makmur Elok Graha yang tercatat di Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum (Ditjen AHU), tertera bahawa perusahaan tersebut beralamat di Gedung Artha Graha di kawasan Sudirman, Jakarta Selatan, sejak 2010.
Pada 2023, perusahaan itu pindah ke kawasan
Orchard Park Batam.
Dugaan korupsi di proyek Rempang
Laporan Tempo menyebutkan dalam perjanjian pada 26 Agustus 2004, PT Makmur Elok Graha akan membangun berbagai macam sarana di Pulau Rempang, Pulau Setokok, dan Pulau Galang.
Sebut saja sarana perdagangan, jasa, hotel, perkantoran, serta kawasan permukiman.
Ada juga gelanggang permainan, panji pijat,
klub malam, diskotek, dan tempat karaoke.
Rencananya, Pemerintah Kota Batam dan PT
Makmur Elok Graha bakal menerapkan
sistem bagi hasil.
Namun, rencana itu tak segera terlaksana.
Bahkan projek tersebut sempat tersandung
kasus dugaan korupsi pada 2007.
Bisnis Tomy Winata
Disebutkan dalam berbagai sumber, Tomy Winata merupakan seorang yatim-piatu yang hidupnya dulu serba kekurangan. Ia memulai bisnisnya benar-benar dari nol. Pada tahun 1972, Ia mulai merintis bisnisnya dengan mengerjakan proyek dari angkatan militer. Pada saat itu, ia dipercaya oleh pihak militer untuk membangun kantor koramil di kawasan Singkawang.
Setelah projek tersebut, hubungan bisnisnya
dengan pihak militer pun terus berjalan, terutama dengan sejumlah perwira
menengah hingga perwira tinggi. Bisnisnya kian menggeliat usai dirinya
membangun perusahaan kongsi bersama dengan Sugianto Kusuma atau Aguan dalam
membentuk grup Artha Graha atau Artha Graha Network.
Seperti diketahui, cakupan bisnis sang Aguan
meluas ke berbagai industri dan sektor di seluruh Indonesia. Mulai dari sektor
properti, keuangan, Agro industri dan perhotelan yang menjadi 4 pilar utama
bisnisnya. Selain 4 bisnis inti tersebut, AG Network juga melakukan
diversifikasi ke bidang usaha lain termasuk pertambangan, media, hiburan,
ritel, IT & telekomunikasi, dan lain-lain.
Tomy Winata juga merupakan sosok di balik
pemilik kawasan perkantoran SCBD yang dikelola oleh PT Danayasa Arthatama yang
dikembangkan sejak tahun 1987 silam. Saat ini dia menjabat sebagai Komisaris
bersama dengan Sugianto Kusuma sebagai Komisaris Utama.
Sebelumnya, perusahaan tersebut sempat
melantai di bursa. Danayasa Arthatama pertama kali menggelar initial public
offering (IPO) pada 2002 dengan mengeluarkan 100 juta lembar saham. Saat itu,
Tomy Winata menempati posisi sebagai Presiden komisaris PT Danayasa Arthatama.
Namun, pada April 2020 lalu Danayasa
Arthatama dinyatakan resmi hengkang dari lantai bursa setelah otoritas bursa
merestui voluntary delisting perusahaan.
Selain itu, Tomy Winata juga memiliki PT
Jakarta International Hotels & Development Tbk. (JIHD) PT Jakarta
International Hotels and Development Tbk. (JIHD) yang didirikan pada November
1969 dan mulai beroperasi pada bulan Maret 1974 dengan pembukaan Hotel
Borobudur.
JIHD diketahui pertama kali melantai di bursa
pada 1984, dan menjadi salah satu dari 24 perusahaan pertama yang terdaftar di
Indonesia. Mengutip laporan porsi kepemilikan saham JIHD periode Juni 2023,
Tomy Winata duduk sebagai salah satu pemegang saham mayoritas dengan
menggenggam kepemilikan sebanyak 306.24 juta saham atau 13.15% dari total saham
beredar.
Selanjutnya, Bank Artha Graha Internasional
Tbk. (INPC) Tak hanya di sektor properti, Tomy Winata juga terjun ke bisnis
sektor keuangan melalui PT Bank Artha Graha Internasional Tbk. (INPC).
Sebagai informasi, Bank Artha Graha pertama
kali berdiri pada 1973 dengan nama PT Inter-Pacific Financial Coorporation.
Perusahaan ini kemudian melakukan merger dengan PT Bank Artha Graha pada 14
April 2005.
Namun, status kepemilkan Tomy Winata di INPC
merupakan kepemilikan tidak langsung usai sejumlah perusahaan miliknya
menggenggam porsi kepemilikan saham di bank ini.
Setelahnya tak ada kelanjutan apa-apa hingga Batam dijadikan kawasan perdagangan bebas atau free trade zone.
Belasan tahun kemudian, PT Makmur Elok Graha kembali menghidupkan proyek mati suri ini dengan tajuk Batam-Rempang Eco City Project.
Tiada ulasan:
Catat Ulasan