Khamis, 16 September 2010

Prasasti Dong Yen Chau, Vietnam.


Prasasti Dong Yen Chau
Prasasti Dong Yen Chau adalah prasasti berbahasa Cham yang ditulis dalam aksara Brahmi Selatan Kuno,[3] yang ditemukan pada tahun 1936 di Đông Yen Châu, barat laut dari Trà Kiệu, tak jauh dari ibu kota lama Kerajaan Champa di Indrapura, yang saat ini termasuk wilayah negara Vietnam. Prasasti ini ditulis dalam bentuk prosa, yang merupakan prasasti tertua dalam bahasa Cham, serta memperlihatkan adat kepercayaan dari orang-orang Cham zaman dahulu di kerajaan Champa. Meskipun tidak bertanggal, ungkapan yang digunakan mirip dengan yang digunakan pada prasasti bertanggal dalam bahasa Sanskerta yang dikeluarkan oleh Raja Bhadravarman I dari dinasti kedua Champa, yang memerintah pada akhir abad ke-4 Masehi. Isi prasasti adalah mantra seruan untuk menghormati 'naga suci kepunyaan raja', yang besar kemungkinan dipercayai sebagai hewan suci pelindung dari suatu mata air atau sumur. Penggunaan teks bahasa sehari-hari ini menunjukkan, bahwa pada abad ke-4, daerah yang sekarang merupakan Vietnam bagian tengah dihuni oleh populasi masyarakat yang berbahasa Austronesia. Bukti-bukti monumen dan palaeografi juga menunjukkan bahwa agama Hindu adalah sistem kepercayaan yang dominan saat itu.

Kemiripan tata bahasa dan kosakata yang digunakan dalam prasasti ini dengan prasasti-prasasti berbahasa Melayu, menyebabkan beberapa peneliti berpendapat bahwa peninggalan ini dapat dipandang sebagai contoh tertua bentuk bahasa Melayu Kuno; yang bahkan lebih tua tiga abad daripada prasasti terawal Sriwijaya yang ditemukan di Sumatra bagian tenggara. Namun, sebagian besar peneliti berpendapat bahwa prasasti ini ditulis dalam bahasa Cham Kuno. Kesamaan tata bahasa dan kosakata dasar tidak mengherankan, karena bahasa Chamik dan Melayik berkaitan erat, yang mana keduanya adalah dua subkelompok dari kelompok rumpun bahasa Malayik-Chamik, yaitu cabang rumpun bahasa Melayu-Polinesia dari keluarga bahasa Austronesia.

Teks prasasti
Bahasa yang dipergunakan dalam prasasti secara tata bahasa dan kosa katanya tidak terlalu berbeda dengan bahasa Cham dan Melayu modern. Kemiripan dengan tata bahasa Cham dan Melayu modern terlihat misalnya pada penggunaan penanda relatif yang dan ya, pemakaian kata dengan dan penanda lokatif di, sintaksis pada kalimat ekuatif Ni yang naga punya putauv yang artinya "inilah naga suci kepunyaan raja", pemakaian penanda genitif punya, dan lain-lain. Pengaruh India tampak pada terminologi Sanskerta Siddham, sebuah mantra seruan yang sering digunakan untuk keberuntungan; naga "ular, naga"; svarggah "syurga", paribhu "menghina", naraka "neraka", dan kulo "keluarga". Teks prasasti itu sendiri, yang berhubungan dengan sebuah sumur di dekat Indrapura, cukup singkat namun secara kebahasaan memperlihatkan sbb.:

Transliterasi
Siddham! Ni yang naga punya putauv.
Ya urang sepuy di ko, kurun ko jema labuh nari svarggah.
Ya urang paribhu di ko, kurun saribu thun davam di naraka, dengan tijuh kulo ko.

Terjemahan bahasa Melayu
Sejahtera! Inilah naga suci kepunyaan Raja.
Orang yang menghormatinya, turun kepadanya permata dari syurga.
Orang yang menghinanya, akan seribu tahun diam di neraka, dengan tujuh keturunan keluarganya.

Tiada ulasan: