โดย นิอับดุลรากิ๊บ บินนิฮัสซัน
Keberadaan makam-makam dinasti Bugis yang ada di Aceh dan merupakan bukti sejarah yang dapat dilihat di komplek Mesium Aceh maupun makam-makam kuno yang merupakan situs sejarah bahwa antara masyarakat Aceh dan Bugis-Makassar mempunyai ikatan benang merah yang perlu ditelusuri. Siapakah masyarakat Bugis yang ada di Aceh dan bagaimana keberadaannya di daerah itu ? Historiografi tradisional yang pernah berkembang di Aceh menyebutkan silsilah Sultan Aceh keturunan Bugis diawali dengan kisah seorang yang bernama Daeng Mansyur dari Wajo (salah satu Kabupaten di Provinsi Sulawesi Selatan). Ia seorang anak raja yang terdampar di perairan Pidie Provinsi Aceh. Disisi lain kita akan bercerita tentang sebuah kampung yang bernama Reubee di Kecamatan Delima di Kabupaten Pidie. Di kampung ini terkenal Dayah yang dipimpin oleh ulama bergelar Teungku Chik di Reubeë. Daeng Mansyur menikah dengan seorang puteri anak Teungku Chik di Reubee tersebut dan dikaruniai dua orang anak, seorang perempuan yaitu Putroë Suni dan anak laki-laki bernama Zainal Abidin.
Mengikut sejarah rasmi Aceh, wilayah ini diperintah raja-raja berketurunan Bugis sejak tahun 1727. Mereka adalah keturunan seorang bangsawan Bugis bernama Daeng Mansur.
Dalam catatan sejarah, masyarakat turunan Bugis yang ada di Aceh tidak terlepas dari sejarah Sultan Iskandar Muda. Awal dari sultan Aceh berdarah Bugis dimulai dengan pernikahan Iskandar Muda dengan Putroë Suni anak Daeng Mansyur (menantu Teungku Chik Di Reubee). Putroë Suni ketika dewasa dipersunting oleh Sultan Iskandar Muda sedangkan Zainal Abidin hijrah ke Aceh Besar selanjutnya terkenal dengan nama Teungku di Lhong dan ia mempunyai putra bernama Abdurrahim Maharajalela.
Penulis Belanda juga menyebutkan tentang asal usul masyarakat Bugis yang ada di Aceh dengan menyebutkan adanya tiga orang ulama di Pidie berasal dari Sulawesi Selatan yaitu Teungku Seundri (sebenarnya adalah Sidendreng dalam logat Aceh disebut Seundri), Teungku Sigeuli yang namanya akhirnya diabadikan menjadi nama Kota Sigli, dan Daeng Mansur dari Wajo Sultan Iskandar Muda lahir pada tahun 1590 pada masa pemerintahan Sultan Saidilmukamil (1588-1604).
Sebelum Sultan Saidilmukamil kerajaan Aceh Darussalam dipimpin oleh Sultan Ali Riayat Syah atau Raja Buyung (± 1586-1588). Iskandar Muda memerintah kerajaan Aceh Darussalam dengan sangat bijak sehingga kerajaan Aceh mencapai masa gemilang. Perkawinannya dengan Putroe Suni dikaruniai seorang anak perempuan bernama Safiatuddin Syah. Safiatuddin menikah dengan Iskandar Thani berasal dari Pahang. Maka inilah awal dari adanya pemerintahan Sultanah dan Sultan keturunan Aceh-Bugis di Kerajaan Aceh Darussalam.
Referensi :Tuanku Abdul Jalil, Peranan Aceh-Bugis Menghadapi Inggris dan Belanda, makalah Musyawarah Kerja Nasional Sejarah XII, Medan, Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara, 12-15 Juli 1994.
Kredit : acehorbit
Tiada ulasan:
Catat Ulasan