Oleh
Nik Abdul Rakib Bin Nik Hassan
Prasasti Telaga Batu adalah salah satu
prasasti yang terpenting dalam pempejaran perkembangan Bahasa Melayu. Disini
penulis muatkan maklumat tentang Prasasti Telaga Batu yang diambil dari Wikipedia,
Prasasti
Telaga Batu ditemukan di sekitar kolam Telaga Biru (tidak jauh dari Sabokingking),
Kel. 3 Ilir, Kec. Ilir Timur II, Kota Palembang, Sumatra Selatan, pada tahun
1935. Prasasti ini sekarang disimpan di Museum Nasional dengan No. D.155. Di
sekitar lokasi penemuan prasasti ini juga ditemukan prasasti Telaga Batu 2,
yang berisi tentang keberadaan suatu vihara di sekitar prasasti.
Pada
tahun-tahun sebelumnya ditemukan lebih dari 30 buah prasasti Siddhayatra.
Bersama-sama dengan Prasasti Telaga Batu, prasasti-prasasti tersebut kini
disimpan di Museum Nasional, Jakarta.
Prasasti
Telaga Batu dipahatkan pada sebuah batu andesit yang sudah dibentuk sebagaimana
layaknya sebuah prasasti dengan ukuran tinggi 118 cm dan lebar 148 cm. Di
bagian atasnya terdapat hiasan tujuh ekor kepala ular kobra, dan di bagian
bawah tengah terdapat semacam cerat (pancuran) tempat mengalirkan air pembasuh.
Tulisan pada prasasti berjumlah 28 baris, berhuruf Pallawa, dan berbahasa
Melayu Kuno.
Penafsiran
prasasti
Tulisan
yang dipahatkan pada prasasti cukup panjang, namun secara garis besar isinya
tentang kutukan terhadap siapa saja yang melakukan kejahatan di kedatuan
Sriwijaya dan tidak taat kepada perintah datu. Casparis berpendapat bahwa
orang-orang yang disebut pada prasasti ini merupakan orang-orang yang
berkategori berbahaya dan berpotensi untuk melawan kepada kedatuan Sriwijaya
sehingga perlu disumpah.
Disebutkan
orang-orang tersebut mulai dari putra raja (rajaputra), menteri (kumaramatya),
bupati (bhupati), panglima (senapati), Pembesar/tokoh lokal terkemuka (nayaka),
bangsawan (pratyaya), raja bawahan (hajiji pratyaya), hakim (dandanayaka),
ketua pekerja/buruh (tuha an vatak = vuruh), pengawas pekerja rendah (addhyaksi
nijavarna), ahli senjata (vasikarana), tentara (catabhata), pejabat pengelola
(adhikarana), karyawan toko (kayastha), pengrajin (sthapaka), kapten kapal (puhavam),
peniaga (vaniyaga), pelayan raja (marsi haji), dan budak raja (hulun haji).
Prasasti
ini salah satu prasasti kutukan yang paling lengkap memuat nama-nama pejabat
pemerintahan. Beberapa sejarahwan menganggap dengan keberadaan prasasti ini,
diduga pusat Sriwijaya itu berada di Palembang dan pejabat-pejabat yang
disumpah itu tentunya bertempat-tinggal di ibu kota kerajaan.
Soekmono
berpendapat berdasarkan prasasti ini tidak mungkin Sriwijaya berada di
Palembang karena adanya keterangan ancaman kutukan kepada siapa yang durhaka
kepada kedatuan, dan mengajukan usulan Minanga seperti yang disebut pada
prasasti Kedukan Bukit yang diasumsikan berada di sekitar Candi Muara Takus
sebagai ibu kota Sriwijaya.
Tiada ulasan:
Catat Ulasan