Oleh
Nik Abdul Rakb Bin Nik Hassan
Saya sering bersama Pak Tenas Effendy,
tokoh budayawan kebanggaan Riau, di beberapa acara dan seminar baik di Malaysia
dan Indonesia. Buku buku tulisan Pak Tenas Effendy juga menjadi bahan simpanan
Nusantara Studies Center. Semasa pelajar-pelajar dari Jurusan Pengajian Melayu
Prince of Songkla Universiti mengadakan Program Mengenali Bahasa dan Budaya
Melayu di Universiti Riau, Pekanbaru, Riau. Saya mewajibkan pelajar-pelajar
tersebut pergi jumpa dan menerima nasihat dan ceramah dari Pak Tenas Effendy di
Bangunan Lembaga Adat Melayu Riau, Pekanbaru.
Semasa
Pak Tenas Effendy sakit dan diterbang dari Pekanbaru ke Hospital Melaka saya
tak sempat menziarah Pak Tenas Effendy. Sekarang Pak Tenas Effendy telah pergi
mengadap Yang Mahakuasa selama lamanya. Disini saya muatkan sebuah artikel dari
Hang Kafrawi (RiauKepri.com) dengan tajuk “Perginya seorang Tokoh Budayawan
Melayu”
Pak
Tenas Effendy (Tengku Nasaruddin Bin Tengku Said Muhammad Aljuri ) telah
meninggal di Rumah Sakit Umum Daerah, Arifin Ahmad, Pekanbaru, Sabtu (28/2/2015), pukul 00.26 WIB
RiauKepri.com,
PEKANBARU – Riau kembali kehilangan tokoh terbaiknya, H. Tenas Effendi telah
menghadap Sang Maha Pencipta. Beliau menghembuskan nafas terakhirnya di Rumah
Sakit Umum Daerah, Arifin Ahmad, Pekanbaru, Sabtu (28/2/2015),
pukul 00.26 WIB.
Perginya
seorang Tokoh Budayawan Melayu
RiauKepri.com
mendapat berita duka ini melalui BBM Kabiro Humas Provinsi Riau, Yoserizal Zen.
“Innalillhaiwainnarojiun, telah berpulang ke Rahmatullah Datuk Tenas Effendi
bin T. Said Umar, hari ini, Sabtu (28/2/2015), pukul 00.26 WIB, di RSUD Arifin Ahmad, Pekanbaru,” tulis Yoserizal
Zen.
Sebelumnya,
Ketua Majelis Kerapatan Lembaga Adat Melayu (LAM) Riau ini dirawat rumah sakit
di Melaka. Karena kondisinya semakin memburuk, pihak keluarga dan dokter di
Melaka sepakat membawa Tenas Effendi balik ke Riau. Siang tadi, Jumat (27/2/2015) beliau sampai ke Pekanbaru dan langsung dirawat di
RSUD Arifin Ahmad. (MK)
Mengenang Pak Tenas
PEKANBARU
– Arif, bijaksana, santun, sabar, itulah yang tercermin ketika berhadapan
dengan Tenas Effendy, Sang Panglima Kebudayaan Melayu. Keluhuran orang Melayu
melekat pada sosok lelaki yang lahir dengan nama Tengku Nasaruddin Said Effendy
atau yang lebih dikenal dengan nama Tenas Effendy.
Tenas
Effendy lahir di Dusun Tanjung Malim, Desa Kuala Panduk, Pelalawan, pada
tanggal 9 November 1936 dari orang
tua Tengku Said Umar Muhammad Aljuri dan Tengku Syarifah Azamah binti Tengku
Saib Abubakar. Kebiasaan Tenas Effendy “membaca” peristiwa kebudayaan memang
sudah dari kecil. Kepekaannya “membaca” sekaligus “merekam” kebiasaan
sehari-hari orang Melayu, sangat dipengaruhi oleh ayahandanya.
Ayahanda
Tenas Effendi, Tengku Said Muhammad Aljuri merupakan sekretaris pribadi Sultan
Said Hasyim, Sultan Pelalawan ke-8 waktu itu. Ayahnya
selalu menulis mengenai semua silsilah Kerajaan Pelalawan, adat-istiadat, dan
peristiwa penting lainnya dalam sebuah buku yang dinamakan Buku Gajah.
Setelah
Sultan Said Hasyim mangkat pada tahun 1930, Tengku Said
Umar Muhammad dan keluarga pindah dari Pelalawan ke Kuala Panduk dan menjalani
aktivitas seperti masyarakat lainnya. Di Kuala Panduk, Tengku Said Umar
Muhammad diangkat sebagai Penghulu sekaligus sebagai guru agama yang pertama dan
guru sekolah desa.
Seperti
anak-anak lainnya, Tenas Effendy juga mengasah pengetahuan di sekolah. Pada
usia 6 tahun, Tenas Effendy ‘memetik’ ilmu di Sekolah
Agama sekaligus menadah hati di Sekolah Rakyat. Di Sekolah Agama, ayahandanya,
Tengku Said Umar Muhammad, menjadi guru, membentangkan pengetahuan agama. Untuk
pengetahuan umum, Tenas Effendi mengais di Sekolah Rakyat dengan bimbingan
Tengku Said Hamzah. Kedua pengetahuan ini, diserap Tenas kecil dan menjadi
pondasi pikirannya dalam mengarungi kehidupan ini.
Perjalanan
waktu, beranjak usia. Pada tahun 1950, setelah selesai
Sekolah Rakyat di Pelalawan, Tenas Effendi menggali ilmu di Bengkalis dengan
menempa diri di Sekolah Guru B (SG B). Di pulau yang tidak begitu luas ini,
Tenas Effedi merangkai kata, membuat tulisan dan mengirimkan karya-karyanya ke
surat kabar Medan. Di pulau ini juga, dibimbing Dt. Adham, Tenas mempertajam
rasa dengan merangkul kegiatan Pandu Hisbulwathan.
Tiga
tahun berlalu di “Pulau Terubuk” itu, ‘rasa haus’ akan ilmu untuk memenuhi
dahaga jiwa, Tenas Effendi pun hijrah ke Padang. Dengan tekat yang membara
untuk mengabdikan diri menjadi guru, di Padang, Tenas melanjutkan pendidikannya
di Sekolah Guru A (SG A). Di tanah ini, aktivitas Tenas semakin subur.
Kegiatan-kegiatan kesenian mendapat tempat di hati Tenas.
Di
tanah ini juga, Tenas menceburkan diri masuk organisasi SEMI (Seniman Muda
Indonesia). Kecintaan dan kepekaan melalui dunia kesenian, semakin menjadi-jadi
pada diri Tenas. Tenas pun terus merajut jiwa dan rasanya dengan mendirikan
Himpunan Seniman Muda Padang bersama Salius, salah seorang pendiri Harian
Singgalang. Di sinilah Tenas Effendi terus menggeliat dalam kegiatan kesenian.
Pementasan drama, tari, musik, membaca puisi dan menulis, semakin tumbuh subur
pada diri Tenas Effendi. Tenas semakin piawai merajut keinginan.
Tiada
siapa yang dapat membaca perjalanan waktu dengan tepat. Pada tahun 1958, Tanas kembali ke Pekanbaru. Aktivtas kesenian dan semagat
menulis, tidak luntur di dirinya. Di Pekanbaru bersama-sama temannya, Tenas
terus dan terus menghidupkan rasa keindahan melalui kesenian dan dunia
tulis-menulis.
Menyadari
bahwa ilmu pengetahuan harus diketahui orang banyak, melalui kepiawaiannya
menulis, Tenas Effendi dan kawan-kawan, seperti Umar Ahmad Tambusai, Wan Saleh
Tamin berkarya menerbitkan buku. ”Lancang Kuning, Kubu Terakhir” merupakan
karya fiksi berbentuk novel yang lahir dari pikiran Tenas Effendy.
Ladang
kreativitas menulis, tidak akan pernah penuh ‘ditanami’ ide-ide dan
gagasan-gagasan dari waktu ke waktu. Ianya semakin luas dan bertambah luas
untuk disemai beribu bahkan berjuta gagasan. Maka seiring perjalanan waktu
juga, kematangan, kearifan, kebijaksanaan, kelebutan anak manusia terwujudkan.
Dan Tenas Effendy salah anak jati Riau, telah membuktikannya dengan sikap dan
perbuatannya. Sosok Tenas Effendy menjadi ‘sumur’ kebudayaan yang tidak pernah
kering ditimba ilmunya.
Kini,
Tenas Effendy telah mendahului kita menghadap Sang Maha Pencipta. Beliau
menghembuskan nafas terakhir pada hari Sabtu, tanggal 28 Februari
2015, pukul 00. 26 WIB, di Rumah
Sakit Umum Daerah (RSUD) Arifin Ahmad, Pekanbaru. Selamat jalan Pak Tenas.
(Hang Kafrawi, RiauKepri.com)