จาก
หนังสือพิมพ์อาเจะห์ ชื่อ Serambi
Indonesia
Dari : www.serambinews.com Thursday April 8th 2010
Seminar
Pendidikan Melayu di Malaysia 2
Bangsa
Melayu Diserukan Terus Bersatu
Mantan
PM Malaysia, Mahathir Mohamad (kedua dari kiri), sosok pemimpin yang teguh
memperjuangkan eksistensi dan martabat etnis Melayu di dunia internasional
SESUNGGUHNYA
apa yang disebut orang Melayu, bukanlah suatu komunitas etnik atau sukubangsa
sebagaimana dimengerti banyak orang dewasa ini. Sebab, ia lebih mirip dengan
bangsa atau kumpulan etnik-etnik serumpun yang saat ini tinggal di berbagai
kawasan negara di dunia, yang sekarang menggunakan bahasa yang sama yaitu
bahasa Melayu dan menganut agama yang sama yakni agama Islam.
Sejarawan
Melayu, Nik Abdul Rakib bin Nik Hassan, yang sekarang menjabat sebagai Ketua
Jurusan Pengajian Melayu di Faculty of Humanities and Social Sciences Prince of
Songkla University, Pattani, Thailand Selatan, mengatakan istilah Melayu
sebagaimana diartikan dan dipahami oleh UNESCO pada 1972
silam adalah satu suku bangsa yang mendiami beberapa negara, seperti Malaysia,
Thailand, Indonesia, Filipina, Madagaskar, Suriname, dan Afrika Selatan.
Dalam
makalahnya berjudul “Pendidikan Teras Bangsa Diperkasa” yang dipaparkan dalam
forum Seminar Pendidikan Melayu Antarbangsa (Sepma) 2010
yang berlangsung di Universiti Malaysia Perlis (Unimap), Perlis, Malaysia, pada
29-31 Maret lalu, mengatakan bahwa pengertian tersebut
sampai sekarang dipahami secara berbeda oleh negara-negara serumpun.
Di
Malaysia, misalnya, istilah Melayu menurut lembaga-lembaga resmi setempat hanya
merujuk kepada orang-orang keturunan Melayu yang menganut agama Islam. Atau
dengan kata lain, bukan semua orang yang nenek moyangnya berasal dari keturunan
Melayu digolongkan sebagai orang Melayu. “Sedangkan di Indonesia, Melayu adalah
salah satu suku yang mendiami Pulau Sumatera,” kata Nik Abdul Rakib.
Istilah
Melayu di Thailand, katanya, lain lagi. Di negara yang berbatasan langsung
dengan semenanjung Malaysia itu, yang dimaksud Melayu adalah salah satu suku
yang bertutur kata dalam bahasa Melayu dan menganut kebudayaan Melayu. “Tapi,
sebaliknya jika orang Melayu itu sudah berasimilasi dengan menggunakan bahasa
Thai, maka mereka disebut Thai Muslim,” ujarnya.
Menurutnya,
istilah Melayu yang merujuk pada nama bangsa atau bahasa, mengalami
perkembangan baru setelah adanya Kesultanan Melayu Malaka, di mana kemudian
dalamnya melebur pula penduduk keturunan asing seperti Arab, Persia, Cina dan
India, di samping keturunan dari etnik Nusantara lain. “Semua itu dapat terjadi
karena selain mereka hidup lama bersama orang Melayu, karena juga memeluk agama
yang sama serta menggunakan bahasa Melayu dalam penuturan sehari-hari,”
katanya.
Hal
itulah kemudian yang menyebabkan orang Melayu memiliki keunikan tersendiri
dibanding misalnya orang Jawa atau Sunda. Etnik-etnik serumpun lain pada
umumnya menempati suatu daerah tertentu. Tapi orang Melayu tidak, mereka
tinggal di beberapa wilayah terpisah, bahkan di antaranya saling berjauhan.
“Namun di mana pun berada, bahasa dan agama mereka sama, Melayu dan Islam. Adat
istiadat mereka juga relatif sama, karena didasarkan atas asas agama dan budaya
yang sama,” kata Nik Abdul Rakib.
Karena
itu, tambahnya, tidak mengherankan apabila Kemelayuan identik dengan Islam, dan
kesusastraan Melayu identik pula dengan kesusastraan Islam. Bagi mereka yang
tidak mengetahui latar belakang sejarahnya fenomena ini tidak mudah dipahami.
“Untuk itu uraian tentang sejarahnya sangat diperlukan,” pungkasnya.
Arus
globalisasi
Merujuk
pada pernyataan Ketua Menteri Malaka yang juga Presiden Dunia Melayu Dunia
Islam (DMDI), Dato’ Sri Mohamad Ali bin Rustam, yang disampaikan sebelumnya di
forum Sepma 2010 itu, di tengah kondisi etnis rumpun
Melayu yang tinggal di negara yang berbeda-beda tersebut, maka masyarakat
Melayu di setiap negara perlu mencari “rakan kongsi” bangsa serumpun untuk
menjaga dan melestarikan budaya Melayu dari derasnya arus globalisasi.
Hadirnya
DMDI di berbagai negara serumpun termasuk Indonesia, diharapkan menjadi benteng
yang kokoh bagia upaya menjaga dan merawat kelestarian bahasa dan budaya
Melayu. Lembaga yang pucuk pimpinannya dijabat secara bergilir antarsesama
negara anggota itu, diharapkan pula terus mengkaji dan mengembangkan ragam
keunikan budaya Melayu agar budaya yang bersendikan ajaran Islam ini tetap awet
dan relevan sepanjang masa.
Konsep
paling efektif dan efisien untuk terus membumikan bahasa dan dan budaya Melayu,
yang sekarang ini dipakai dan dianut oleh lebih dari 250
juta orang di dunia itu, adalah lewat dunia pendidikan di masing-masing negara
serumpun. “Konsep ini sudah dipraktikkan oleh sejumlah negara serumpun sejak
beberapa tahun terakhir dan telah memperlihatkan hasil yang cukup
menggembirakan,” kata Dato’ Sri Mohamad Ali.
Di
Malaysia, misalnya, sejak masa pemerintahan PM Mahathir Mohamad, ada satu
konstitusi yang memberikan keistimewaan bagi orang Melayu dalam setiap urusan
pelayanan publik. Guna menjalankan amanat konstitusi tersebut, Yang Dipertuan
Agong selaku kepala negara diserahi pula tanggung jawab untuk menjaga kedudukan
istimewa orang Melayu tersebut sebagai penduduk pribumi.
Sampai
saat ini, harus diakui bahwa Malaysia telah memainkan peran penting dalam upaya
mencerdaskan anak-anak bangsa serumpun dari etnis Melayu. Beberapa perguruan
tinggi di Malaysia, kini terbuka pula untuk mahasiswa dari berbagai alam Melayu
lainnya seperti Thailand, Filipina, dan Indonesia termasuk Aceh. “Bahkan,
khusus Indonesia, tidak kurang dari 14.000 mahasiswanya,
kini menuntut ilmu di berbagai perguran tinggi yang ada di Malaysia,” kata
Dato’ Sri Mohamad Ali.
Perkembangan
menggembirakan terkait dengan upaya menjaga kelestarian budaya Melayu itu,
antara lain dilaporkan juga terjadi di Indonesia, Brunei Darussalam, Singapura,
Thailand, Filipina, Kamboja, Vietnam, Srilanka, Afrika Selatan, Arab Saudi,
bahkan sejumlah kawasan di daratan Eropa.
“Di samping
memasukkan dalam kurikulum berbagai jenjang pendidikan, di negara-negara
tersebut kini juga telah berdiri lembaga pendidikan yang khusus mempelajari
tentang bahasan dan khazanah budaya Melayu lainnya,” kata Presiden DMDI itu
mengakhiri sambutannya dengan menyerukan agar bangsa etnis rumpun Melayu terus
bersatu.
(asnawi kumar)
Tiada ulasan:
Catat Ulasan