Ekonomi/Bisnis

Jumaat, 30 Jun 2023

Pak Tenas Effendy yang saya kenal

Oleh Nik Abdul Rakib Bin Nik Hassan

Kali ini saya akan bicara tentang seorang tokoh budaya Melayu yang sangat terkenal di Alam Melayu. Tokoh itu ialah Pak Tenas Effendy. Ataupun nama sebenarnya ialah Tengku Nasyaruddin Effendy. Saya sudah lupa dimanakah pertama kali saya berkenalan denga Pak Tenas  Effendy. Saya sering berjumpa degan Pak Tenas  Effendy di Malaysia. Baik di acara di Melaka, Kuala Lumpur dan mungkin juga di Akademi Pengajian Melayu Universiti Malaya. Kerana Tenas  Effendy adalah pensyarah tetamu di Akademi Pengajian Melayu.


Dan juga saya serig berjumpa tokoh budaya Riau ini di Indonesia. Baik di acara di Pekanbaru, Riau. Juga di Batam, Kepri dan di Tanjungpinang, Kepri.  Saya juga berkesempatan melawat rumahnya di Pekanbaru. Saya sangat kagum dengan tokoh budaya ini sehingga saya rumah, rumah yang sedikit berbentuk rumah Melayu Riau  juga mengam sayap rumah berbentuk rumah Pak Tenas  Effendy.

Rumah Melayu Riau di PataniPak 

Disini saya memperkenalkan riwayat hidup Pak Tenas  Effendy.

Tengku Nasyaruddin Effendy atau lebih dikenal dengan nama Tenas Effendy (lahir pada 9 November 1936 – meninggal pada 28 Februari 2015) adalah budayawan dan sastrawan dari Riau. Sebagai seorang sastrawan, Effendy telah banyak membuat makalah, baik untuk simposium, lokakarya, diskusi, maupun seminar, yang berhubungan dengan Melayu, seperti Malaysia, Brunei, Singapura, Thailand Selatan, Filipina Selatan, sampai Madagaskar. Effendy sangat menjunjung tinggi dan amat peduli dengan kemajuan dan perkembangan kebudayaan Melayu

Rumah Pak Tenas Effendy 

Penguasaannya tentang makna filosofis yang terkandung dalam benda-benda budaya dipelajarinya secara otodidak sejak kecil. Ayahnya, Tengku Sayed Umar Muhammad adalah sekretaris Sultan Hasyim dari Kerajaan Pelalawan. Sejak kecil ia sudah terbiasa hidup dalam lingkungan budaya Melayu yang kental serta adat istiadat istana yang begitu kuat. Kondisi ini telah mendorongnya untuk belajar memahami dan kemudian menulis tentang kebudayaan Melayu. Ia memulai dari menulis kembali pantun-pantun, Petata-petitih, Ungkapan, Syair, Gurindam, dan segala macam yang berkenaan dengan kebudayaan Melayu.

Tenas Effendy pertama kali menulis tentang kebudayaan pada tahun 1952. Pada saat itu ia masih belajar di sebuah perguruan di Bengkalis. Ketertarikan dan minatnya terhadap kebudayaan Melayu tidak terlepas dari keluarganya yang mencintai adat istiadat Melayu, neneknya adalah seorang pembaca syair yang terkenal pada masanya. Selain pandai membaca syair, neneknya juga pandai dalam menenun, menekat pakaian-pakaian tradisional kerajaan Melayu di Pelalawan.


Sejak masa kanak-kanak Tenas Effendy sudah akrab dengan adat istiadat Melayu, sudah menjalani adab dan etika Melayu dalam kehidupan sehari-hari, maka ada semacam kekhawatiran ketika ia melihat, begitu banyak nilai luhur tata pergaulan Melayu sudah tidak lagi diperhatikan masyarakat. Menyadari hal tersebut, ia berusaha mencatat, mengumpulkan kembali, menghimpun melakukan kajian-kajian dan membuat penelitian tentang kebudayaan Melayu dalam bentuk apa saja.

Rumah Pak Tenas Effendy 

Menyadari bahwa kekayaan khazanah kebudayaan Melayu begitu berlimpah dan masih terlalu banyak yang belum dapat dikumpulkannya, ia mendirikan Tenas Effendy Foundation, sebuah lembaga yang berusaha memberi bantuan pada para peneliti atau siapapun yang berminat melakukan penelitian terhadap berbagai aspek kebudayaan Melayu. Hasil usahanya dalam rentang waktu tersebut, antara lain, setumpuk buku yang diterbitkan di dalam dan luar negeri. Sampai kini, Tenas sedikitnya telah menulis 70-an buku dan ratusan makalah yang dibawakan dalam berbagai pertemuan budaya di dalam dan di luar negeri, seperti Belanda, Brunei Darussalam, Malaysia, Singapura, Thailand adalah beberapa negara yang kerap mengundangnya untuk berceramah disana. Dewan Bahasa dan Pustaka Malaysia, mengundangnya sebagai penulis tamu.


Sejumlah bukunya, juga diterbitkan Dewan Bahasa dan Pustaka, Malaysia. Mengingat buku-buku yang ditulis Tenas Effendy menyentuh berbagai aspek kebudayaan Melayu, maka dari 70-an buku yang dihasilkannya itu, hampir separuhnya digunakan sebagai semacam buku pegangan, baik untuk kalangan pelajar dan mahasiswa, maupun untuk masyarakat umum sebagai bahan pendidikan dan tata pergaulan dalam keluarga. Bahkan, sebagian besar Pemda Kabupaten di Provinsi Riau dan Kepulauan Riau, menempatkan buku-buku yang ditulis Tenas Effendy sebagai semacam buku wajib untuk para pegawai Pemda.


Ia tidak sekadar ditempatkan sebagai budayawan yang mumpuni, tokoh adat yang kharismatik, tetapi juga kerap mengundangnya dalam kaitannya dengan kebijakan yang akan disusun dan dijalankan pemda. Tidak jarang pula, Tenas terpaksa harus menyelesaikan persoalan-persoalan kemasyarakatan. Sebagai tokoh masyarakat, Pak Tenas panggilan akrabnya terlibat pula dalam berbagai aktivitas organisasi kemasyarakatan, baik sebagai ketua, penasihat, maupun pengurus. Yang dilakukan Tenas Effendy tidak sekadar mengumpulkan dan mendokumentasikan segala yang berkaitan dengan khazanah kesusastraan Melayu tapi juga memunculkan kesadaran bahwa kesusastraan adalah salah satu bagian dari sebuah mesin raksasa yang bernama kebudayaan. Sambil mencoba menafsirkan dan memaknai kandungan filosofis di balik khazanah kesusastraan Melayu, ia juga menerjemahkan dan membuka tabir makna berbagai benda budaya.


Buku buku tulisan Pak Tenas  Effendy yang sebahagiannya Pak Tenas  Effendy serah kepada saya.


Upacara Tepung Tawar (1968),

Lancang Kuning dalam Mitos Melayu Riau (1970),

Seni Ukir Daerah Riau (1970),

Tenunan Siak (1971),

Kesenian Riau (1971),

Hulubalang Canang (1972)

Raja Indra Pahlawan (1972),

Datuk Pawang Perkasa (1973),

Tak Melayu Hilang di Bumi, (1980),

Lintasan Sejarah Kerajaan Siak, (1981),

Hang Nadim, (1982),

Upacara Mandi Air Jejak Tanah Petalangan, (1984),

Ragam Pantun Melayu, (1985),

Nyanyian Budak dalam Kehidupan Orang Melayu, (1986),

Cerita-cerita Rakyat Daerah Riau, (1987),

Bujang Si Undang, (1988),

Persebatian Melayu, (1989),

Kelakar Dalam Pantun Melayu, (1990)

Ulang Tahun Jordan Michael Manurung (30 April 2013)

Penghargaan


 

Khamis, 29 Jun 2023

Datuk Al Azhar (Riau) yang saya kenal

 Oleh Nik Abdul Rakib Bin Nik Hassan

Kali ini saya akan bicara tentang seorang tokoh budayawan Dunia Melayu. Namanya Datuk  Al Azhar dari Kota Pekanbaru, Riau, Indonesia.  Pertama kali saya berkenalan dengan Datuk Al Azhar adalah semasa rombongan budaya dari mahasiswa Universiti Riau datang melawat Selatan Thailand. Dalan rangkaan melawat Universiti Prince of Songkla, Kampus Patani. Bertuahnya semasa itu Almarhumah Arin Saidi, mantan Timbalan Rektor Universiti Prince of Songkla, Kampus Patani mengurus supaya rombongan ini dapat bermalam di kampus tersebut. Walaupun rombongan ini awal akan hanya singgah sekejap saja di kampus Pattani. Dan di kampus Pattani pada sebelah malam rombongan budaya dari Universiti Riau mengadakan persembahan budaya Melayu Riau.

Sebelum kedatangan rombongan budaya dari Universiti Riau. Saya dan Sdr Zawawi Pakda Ameen menerima talipon dari Datuk Zainal Borhan. Semasa itu Datuk Zainal Borhan menjawat sebagai Pengarah Akademi Pengajian Melayu Universiti Malaya. Dan kami berdua adalah alumni Akademi Pengajian Melayu itu. Pengiring rombongan budaya dari Universiti Riau adalah Datuk Al Azhar dan Dr. Elmustian dari Program Studi Bahasa dan Sastra Indonesia Universiti Riau. Dan dari perkenalan pertama itu kami terus bersilaturrahim dan semakin rapat.

Orang yang berperanan dalam berbagai organisasi budaya Melayu ialah Datuk Al Azhar. Dan disini saya muat turun sedikit riwayat hidup Datuk Al Azhar :-


Datuk Al azhar adalah budayawan, sastrawan, dan ketua MKA (Majelis Kerapatan Adat) Lembaga Adat Melayu Riau masa khidmat 2017-2022.


Ketua MKA LAM Riau

Musyawarah Besar (Mubes) VII Lembaga Adat Melayu (LAM) Riau, Rabu (17/5/2017) malam, akhirnya menetapkan Datuk Al Azhar sebagai Ketua Majelis Kerapatan Adat (MKA) LAM Riau. Selain itu, Mubes LAM Riau juga menetapkan Datuk Syahril Abu Bakar sebagai Ketua Umum Dewan Pimpinan Harian (DPH) LAM Riau


Filmografi

Al azhar pernah memerankan Raja Ahmad, ayahanda pahlawan nasional Raja Ali Haji dalm film tahun 2009 Mata Pena Mata Hati Raja Ali Haji arahan Gunawan Paggaru.

Selasa, 20 Jun 2023

Hubungan Patani (Thailand) – Perak (Malaysia)

Oleh Nik Abdul Rakib Bin Nik Hassan

Hubungan Patani-Perak sangat rapat lebih lebih lagi hubungan diantara penduduk disempadan kedua dua negeri. Lebih lebih lagi sempadan sekarang sangat berbeza dari garis sempadan pada tahun 1909. Kali ini kita bicara tentang hubungan diantara Negeri Perak dengan Negeri Patani khususnya Negeri Reman, sebuah negeri kecil diantara 7 negeri kecil Patani di zaman dulu.


Negeri Perak  bersempadan dengan Wilayah Yala.  Hubungan  diantara Negeri Perak dengan Wilayah Yala di bahagi kepada  2 hubungan iaitu

Kerabat keluarga penulis datang menziarah penulis pada Hari Raya Aidil Fitri 2023. 

1.kawasan Negeri Reman, salah satu negeri kecil di Patani pada zaman dulu,  pada peringkat awal terdapat kawasan  negeri Reman yang sekarang termasuk dalam Negeri Perak.  Konflik sempadan diantara Negeri Perak dengan Negeri Reman  telah di tandatangani diantara kedua-dua pihak iaitu British  bagi pihak Negeri dengan Negeri Reman Pada tahun 1889 dan kemudian pada 1909.


Dalam perjanjian tersebut Negeri Reman terpaksa serah  sebahagian tanahnya kepada Negeri Perak. Sehingga sekarang  rakyat Negeri Perak masih mengangap rakyat  Perak  di kawasan tersebut sebagai “orang  Patani” Dari kajian penulis  dari 11 orang Menteri  Besar Negeri  Perak dari keturunan  Patani iaitu Menteri Basar yang pertama, Menteri Besar ke 8,  menteri Besar ke  10.


2.  penghijrahan orang Melayu Patani ke Negeri Perak.  Terdapat beberapa kawasan di Negari Perak yang didiami  oleh masyarkat Melayu Patani sepreti kawasan Selama dan  Batu kurau. Walaupun begitu terdapat beberaga kawasan lain  yang didiami oleh masyarakat Perak dari keturunan Patani.  Seperti dari kalangan keturunan Wan Hussien As-Sanawi yang  bertaburan sekitar 300 orang di Taiping, Cangkat Ibul, Cangkat  Jering.


Perjanjian Inggeris-Siam 1909, bukan hanya penyerahan kuasa Siam terhadap Negeri Kelantan, Terengganu, Kelantan dan Kedah kepada kuasa Inggeris dan Inggeris akui kuasa Siam terhadap Patani. Tetapi dalam perjanjian ini ditambah juga sempadan baru diantara Kelantan-Legeh (Patani), Kedah-Singgora, Perak-reman (Patani) dan Kedah-Setul, Perjanjian Inggeris-Siam 1909 ini ditandatangani pada 10 Mac 1909 dan dikuatkuasa pada 9 Julai 1909.

Turunakan bedera Siam bukan bendera Reman. Tetapi kerana Reman dibawah kuasa Siam. Dengan itu Reman menggunakan bendera Siam.

Dalam persembadanan baru diantara Negeri Perak (Malaysia) dengan Negeri Reman (salah satu negeri kecil di Patani Thailand). Tanah Negeri Reman yang disebut Reman Hilir diserah kepada Negeri Perak dan Nergeri Reman di hulu masih dibawah kerajaan Siam. Upacara penyerahan sempadan ini diadakan di Kroh pada 16 Julai 1909. Bagi pihak Inggeris ialah Ernest Woodford Birch, Residen British di Perak dan Wakil Perak oleh pembesar pembesar Negeri Perak dan Wan Husein, DO Betong mewakili pihak kerajaan Siam. 

               Batu tanda sempadan dulu Negeri Reman-Negeri Perak 

Wan Husein kemudiannya menurunkan bendera Siam yang sedang berkibar di tiang. Sebenarnya Bendera Gajah Putih itu bendera Siam bukan bendera Negeri Reman. Oleh kerana Negeri Reman dibawah Siam. Dengan itu Negeri Reman menggunakan bendera Gajah Putih (Siam). Tungku Menteri bersama-sama dengan Dato Seri Adika Raja pula telah menaikkan bendera negeri Perak. Wan Husein kemudian berjabat tangan dengan Ernest Woodford Birch sambil mengambil gambar sebelum majlis penyerahan kawasan Reman ke Negeri Perak berakhir.

       Raja Perempuan Che Ning, Permaisuri Negeri Reman Yang Terakhir

Wilayah Negeri Reman yang diserahkan ke Negeri Perak semuanya 2,624 orang. Terdiri dari 1,296 orang penduduk Melayu, penduduk Cina 975 orang, penduduk Siam 346 orang dan penduduk Eropah 8 orang. Dalam masa 100 tahun dari tahun 1909 penduduk Kawasan ini yang dinamakan Hulu Perak telah berkembang kepada hamper 90 ribu jiwa. Sebagiannya masih menganggap mereka adalah keturunan Melayu Reman. Dan masih terdapat peninggalan negeri Reman seperti Istana Singgah di Kampung Selarong. Juga makam permasuri Raja Reman. Semoga kembali silaturrahim diantara Melayu Reman hulu (Yala, Thailand) dengan Melayu Reman Hilir (Hulu Perak, Malaysia.)


                             Istana Singgah di Kampung Selarong

               Kerabat keluarga keturunan Raja Reman di Negeri Perak.

Sabtu, 17 Jun 2023

Hubungan Patani – Kelantan

Oleh Nik Abdul Rakib Bin Nik Hassan

Hubungan Patani-Kelantan sangat akrab. Kedua dua negeri itu Kelantan-Patani boleh dikataan “Dua Negeri Bersaudara”. Sebahagian penduduk Kelantan berasal dari Patani. Sebalinya sebahagian penduduk Patani juga berasal dari Kelantan.


Kali ini akan bicara tentang hubugan Kelantan-Patani. Baik tentang garis sempadan dan hubungan diantara penduduk.


Garis  sempadan diantara Wilayah Narathiwas dengan Negeri  Kelantan pada masa  sekarang adalah berbeza dari garis  sempadan sebelum tahun 1909. Daerah Takbai, Wilayah  Narathiwas sebelum tahun 1909 adalah tanah jajahan Negeri  Kelantan.  Dalam perijanjian diantara kerajaan British yang  memerintah tanah Melayu pada saat itu telah membuat satu  perjanjian dengan kerajaan Siam. Perjanjian tersebut  dinamakan  “Anglo - Siamise  Treaty  1909”

       Sungai Golok persempadanan Kelantan-Patani di musim kelmarau.

Dalam  perjanjian  itu selain British mengiktirafkan kuasa Siam terhadap Patani. Dan Negeri-negeri Melayu seperti Negeri Kelantan, Negeri Terengganu, Negeri Kedah dan Negeri Perlis Kerajaan Siam mengiktirafkan kuasa British terhadap neger-negeri tersebut. Ini kerana walaupun negeri-negeri Melayu tersebut mesti menghantar ufti 3 tahun sekali kepada kerajaan Siam tetapi kerajaan Siam tiada kuasa ke atas negeri-negeri Melayu tersebut. Kerana di negeri-negeri tersebut masih tercatat “Tributary to Siam but Protected by treaty with British Government”. Dan selain itu sedikit garis sempadan diubah baik diantara Kedah dengan Singgora. Dan juga Kelantan dengan Legeh (Patani)

Bagi Kelantan dengan Legeh (Patani), kedua-dua pihak telah  mengubah garis sempadan dengan  menjadikan  sebuah  sungai  bernama “Sungai Golok” sebagai garis sempadan diantara  kedua-dua pihak. Dengan perubahan garis sempadan ini  seakan pertukaean tanah iaitu kawasan sekitar Sungai Pergau  termasuk Daerah Jeli sebelum ini menjadi tanah jajahan Negari  Legeh (Sekarang dalam Wilayah Narathiwas)  diserap  ke  dalam  Negeri Kelantan. Sebaliknya tanah jajahan Negerikelantan yang  di Sebut “a small corner in Northeast of Kelantan diserah  kepada Negari Legeh (Sekarang dalam Wilayah Nerathiwas).  Pada saat sekarang kawasan ini  dikenali dengan nama Daerah  TakBai, Wilayah Narathiwas.


Dengan perubahan garis sempadan ini menyebabkan  penduduk Melayu Patani yang mendiami kawasan Negeri  Legeh yang mendiami kawasan Negeri Legah yang diserap ke  dalam Negeri Kelantan telah berubah status dari “Melayu  Patani” kepada “Melayu Kelantan”.


Dan sebaliknya penduduk Melayu Kelantan yang mendiami  kawasan yang disabut “a small corner in Northeast of  Kelantan” juga taleh berubah status dari “Melayu Kelantan  kepada “Melayu Patani”.


Mr. Walter Armstrong Graham, Penasihat kerajaan Siam di  Negeri Kelantan telah menulis dalam bukunya dengan tajuk  “Kelantan : a state of the Malay panisulai; a handbook of  Information” telah menjelaskan bahawa pada tahun 1908  penduduk Melayu Kelantan yang mendiami kawasan yang  diserah kepada kerajaan Siam berjumlah 3,000 orang.


Nik Mohamed Bin Nik Mohd. Salleh, menjelaskan kawasan  yang disebut “a small corner in the Notheast of Kelantan”  merangkumi beberapa kampong seperti kampong Bukit  Tanjung, Kampung Belawan, kampong Che’Hel, kampong  Tabal dan kampong Sumgai Golok dan termasuk bebrapa  kawasan sekitar Sungai Golok, Sungai Menara, Sungai Layar,  Sungai kayu kelat, Sungai Padi, dan Sungai Elong.  Kemudian  kawasan ini terbentuk Sebagai Daerah Tak Bai, Wilayah  Narathiwas.


Dari perubahan sempadan tersebut kita tidak dapat  menafikan bahawa di kawasan Daerah Tak Bai, Wilayah  Narathiwas dengan Negeri Kelantan memang mereka  mempunyai hubungan kekeluargaan. Begitu juga dengan  kawasan Negeri Legeh (Sekarang dalam Wilayah Narathiwas)  yang diserapkan ke dalam Negeri Kelantan memang meraka  juga mempunyai kekeluargaan diantara meraka. Hubungan  kekeluargaan terbut berlanjutan sehingga sekarang.


Lebih lebih lagi peringkat pemimpin, Negeri Kelantan dan  Patani dianggap sebagai “Dua Negeri bersaudara”. kerana  hubungan  kerabat Raja - Raja Patani dengan Kesultanan Kelantan sengat akrab. Kesultanan Kelantan sekarang dikatakan berasal dari Patani. Dan begitu juga di Patani  terdapat 2 kesultanan berasal dari kelantan.


kesultanan kelantan pertama yang memerintah Patani ialah  Raja Bahar (1651 - 1670) dan Akhiri dengan Raja Mas Jayam  (1724 - 1726).  kesultanan Patani yang berasal dari kelantan  kedua yang memerintah Patani ialah semasa Patani telah  dipeceh menjadi 7 negeri kecil.  Kesultanan  Patani yang berasal dari kelantan kedua ini dimulai dengan Tengku  Muhamad anak kepada Raja Muda kelantan yang bermasalah  dengan perebutan kuasa di kelantan telah dijemput menjadi  Raja Patani,  Tengku Muhamad atau Tuan Besar berkuasa  menjadi Raja Patani (Negeri Patani kecil setelah Patani dipecah menjadi 7 negeri kecil) pada 1845 - 1856.  Kesultanan Patani yang berasal dari kelantan ini berakhir dengan Raja  Patani yang bernama Tengku Abdul Kadir Kamaruddin Bin  Tengku Sulaiman Sharifuddin Shah. Tengku Abdul Kadir Kamaruddin berkausa diantara tahun 1899 – 1902.

                      Tengku Abdul Kadir Kamaruddin, Raja Patani.

kekerabatan diantara kerabat keluarga DiRaja Jering yang  memerintah Negeri Jering, salah satu negeri  kecil di Patani. Negeri Jering adalah sebuah diantara 7 negeri kecil yang Patani dipecah pada zaman dulu. Dan kerabat keluarga Raja  Teluban atau Negeri Sai dan kerabat keluarga Raja Jering dengan kerabat keluarga DiRaja Kelantan mempunyai pertalian. 


Tengku Abdul Hamid, ahli kerabat keluarga DiRaja Jering dan  DiRaja Teluban telah berkahwin dengan ahli keluarga DiRaja  kelantan.  Hasil dari perkahwinan tersebut lahirlah Tengku  Anis, Sultanah Kelantan di Teluban. Kemudian Tengku Anis  berkahwin dengan Tengku Ismail Petra. Dan hasil dari  perkahwinan tersebut dikurniakan Tengku Faris Petra  ataupun Sultan Muhammad V, Sultan kelantan sekarang.

Tengku Isyah Binti Tengku Ayub 

Tengku Abdul Hamid ayah Tengku Anis juga telah berkahwin dengan seorang perempuan lagi. Dan lahirlah Tengku Ayub. Tengku Ayub mempunyai zuriat. Salah seorangnya Tengku Aisyah, dia adalah bekas pelajar penulis di Universiti Prince of Songkla, Kampus Pattani. Tengku Isyah adalah sepupu Sultan Muhammad ke V, Sulatan Kelantan yang masih menetap di Patani. 

Khamis, 15 Jun 2023

Hubungan Wilayah Setul (Thailand) – Kedah dan Perlis (Malaysia)

Oleh Nik Abdul Rakib Bin Nik Hassan

Kali ini saya kemukakan hubungan diantara Wilayah Setul dengan Negeri Perlis dan Kedah (Malaysia). Hubungan  Setul  dengan  kedah  dan  Perlis  berbeza  dengan  hubungan Patani dengan Negeri kedah dan Negeri Perlis.  Kerana  Setul  pada  peringkat  awal  adalah  sebahagian  dari  Negeri kedah.

  

Pada tahun 1839 semasa kerajaan Siam berkuasa atas Negeri  kedah. Kerajaan Siam telah memecahkan Negeri kedah kepada  4 negeri kecil iaitu 1.  Negeri kedah 2.  Negeri Perlis 3. kubang  Pasu dan 4. Setul.

Para pembesar Pemerintahan Negeri Setul. Berfoto di Istana Ku Din @Ku Baharuddin Ku Mek

Negeri kedah diperintah oleh Tuanku Anum,  Perlis diperintah  oleh Syed Hussien Jamalulail,  Kubang Pasu diperintah oleh  Tuanku Hassan dan Negeri Setul Mambang Segara diperintah  oleh Tuanku Mohammad Akib.  Walaupun begitu kemudian  kubang Pasu disatukan kembali dengan Negeri kedah, Perlis  terbentuk  menjadi sebuah negeri.  Sebaliknya negeri Setul  Mambang Segara telah diserap ke dalam pentadbiran Siam  Sehingga sekarang.  Di  Negeri Setul Mambang  Segara  ataupun  sekarang  Wilayah setul masih terdapat keturunan raja atau  pemrintah Setul dari kerabat di Raja Kedah dan Perlis di  Wilyah  Setul.

                   Ku Din @Ku Baharuddin Ku Mek Raja Negeri Setul.

Dengan itu kita tak boleh menafikan hubugan erat  kekeluargaan dikalanggan rakyat biasa dan kalangan orang  atasan  seperti hubungan kerabat DiRaja kedah dan Perlis  dengan beberapa  keluar ga contohnya keluarga ‘Sanuputra’  di Setul yang nama fimilinya diambil dari nama  ‘Tuanku  Bisnu’  Raja Negeri  Setul Mambang Setul Mambang  Segara.


Hubungan  di  peringkat  rakyat  biasa  walaupun  sekarang  jenerasi  muda  tidak  lagi  bersemangat  kekedahan  tetapi  di  peringkat  jenerasi  tua  masih  menganggap  kedah - Perlis  dengan  Setul  pada  peringkat  awal  adalah  satu  negeri  yang  bernama  kedah.


Penulis harap NGO-NGO baik di Kedah, Perlis ataupun di Setul boleh menggerakkan semangat kekitaan diantara penduduk Kedah, Perlis dan Setul.

Selasa, 13 Jun 2023

Kronologi Wilayah Setul, Thailand. Tanah Kedah yang terlepas ke Thailand

Oleh Nik Abdul Rakib Bin Nik Hassan

Wilayah Setul asalnya adalah Tanah Negeri Kedah. Disini saya kemukakan kronologi Wilayah Setul. Kronologi Wilayah Setul adalah seperti berikut :-


1813 Tunku  Bisnu  memerintah  Mukim  Setul,  sebagai  sebuah  Mukim dalam negeri kedah


1815 Tunku  Bisnu  menunggal  dunia  dan  Mukim  Setul  tiada  pemerintah selama 24 tahun Sehingga tahun 1838


1839 Mukim Setul dinaiktarafkan dari sebuah mukim kepada  sebuah Negeri bernama Negeri Setul Mambang Segara dan Tunku Mohammad  Akib menjadi raja pertama bagi negeri Setul. Pemerintahannya  diantara tahun 1839 – 1844


1844 Negeri Setul diserap ke dalam ‘Monthon’ atau  ‘Mandela’  Legor atau Nokorn Sri Thammarat (Negara Sri Darmaraja)  sehingga  tahun 1897


1876 Tunku Ismail, putra sulong Tunku Mohammad Akib  menjadi Raja Negeri Setul


1884 Tunku Ismail meninggal dunia dan putra sulongnya,  Tunku Abdul Rahman mengganti ayahnya menjadi Raja Setul.


1895 Sultan kedah menghantar Tunku Baharuddin Bin Tunku  Meh untuk memerintah Nergeri  Setul.


1997 Terbentuk  ‘Monthon’ Negeri Sai (Kedah) dengan kedah, Perlis  dan Setul dimasuk ke dalam  ‘Monthon’ tersebut.


1901 Sungai Upeh, sebuah kawasan dalam negeri Setul  mempunyai kemajuan yang pesat dengan menjadi salah satu  pelabuhan perniagaan lada di selat Melaka.


10 Mac 1909 Perjanjian Anglo - Siamese  Treaty  1909  telah  memisah Negeri Setul dari negari kedah dengan kedah dan  Perlis dibawah pentadbiran British sebaliknya Negeri Setul  dimasukkan ke dalam pemerintahan Siam.


1909 Terbentuknya sebuah daerah di namakan Daerah  Mambang dalam Wilayah Setul.


6 Ogos 1909 Wilayah Setul diserap masuk ke dalam  ‘Monthon’  Phuket.


1 Ogos 1910  Terdirinya  sebuah sekolah, Namanya Sekolah Thai Melayu. 7 tahun kemudian sekolah ini ditukar nama kepada “Sekolah Setul Widya”


1914 Prakosa  Ishak  manjadi  Guburnur  Setul


1 julai 1916  Sekolah Rendan Mukim Berakit Daerah Sungai  Upeh didirikan Sebagai  sekolah kedua di Setul.


1918 Sekolah Thai Melayu ditukar nama kepada  Sekolah  Setul  Widya atau Setul Wittaya.


1922 Daerah kecil Dusun diturunkan taraf menjadi sebuah  mukim di dalam Daerah Mambang.


1925 Setul diletak dibawah Monthon Legor atau Nakorn Sri  Thammarat.


9 Julai 1929 Pihak kerajaan Siam melanjutkan khidmat Phraya  Samataratburin sebagai  Guburnur sehingga 1932.


1930 Daerah  kecil Langu dinaiktaraf menjadi sebuah daerah  dan Daerah Thungwa dituruntarafkan menjadi sebuah daerah  kecil.


1939 Daerah Mambang ditukarkan nama menjadi Daerah  Muang Setul.


1 jun 1969 Daerah kecil Khuan kalong ditubuhkan dengan di  bawah Daerah Muang Setul.


28  jun  1973 Daerah kecil Thungwa dinaiktarafkan menjadi  sebuah daerah.


1 Mei 1976 Daerah kecil Thapae ditubuhkan dengan dibawah  Daerah Muang Setul.


14 Januari 1977 Daerah kecil khuandon di tubuhkan dengan  dibawah Daerah Muang Setul.


1 Februari 1988 Daerah kecil khuan Don dinaiktarafkan  menjadi  sebuah daerah.


3 Julai 1994 Daerah kecil Thapae dinaiktarafkan menjadi  Sebuah daerah.


15  September 1996 Daerah kecil Manang ditubuhklan dan di  bawah Daerah khuan Kalong.


24 Ogos 2007 Daerah kecil Manang dinaiktararafkan menjadi  Daerah Manang.

Walapun Wilayah Setul adalah sebuah tanah dari Negeri Setul. Tetapi kerana terpisah dari Negeri Setul telah lama. dan penduduk Wilayah Setul menerima kesan dari dasar “Siamisasi” kerajaan. Sehingga sebahagian penduduk Melayu Setul tidak boleh lagi berbahasa Melayu. Begitu juga perasaan “KeKedahan” mereka sudah tiada lagi dalam jiwa raga penduduk Melayu Setul.


Beberapa tahun lalu semasa penulis ke Bandar Setul. Dan terjumpa seorang Melayu usia sekitar 70 tahun mengatakan semasa dia masih kecil di dalam bandar ini kebanyakan berbahasa Melayu (Kedah) tetapi sekarang orang yang berbahasa Melayu sudah berkekurangan. Dan dia mengatakan “Hilang Bahasa Hilanglah Bangsa”


 

Ahad, 11 Jun 2023

Pengajian Melayu memerlukan naratif baru

Oleh Nik Abdul Rakib Bin Nik Hassan

Jurusan Pengajian Melayu di universiti di Thailand hanya terdapat di Prince of Songkla University, Kampus Pattani. Pada peringkat awal Jurusan Pengajian Melayu di universiti tersebut diasaskan oleh Prof. Madya Dr. Ahmad Idris atau Worawit Baru, mantan senator Thailand. Walaupun begitu Jurusan Pengajian Melayu ini berkedudukan seperti “hidup segan mati segan”. Jurusan Pengajian Melayu yang semakin kurang mendapat minat dari pelajar dan juga ibu bapa. Dengan itu pihak universiti telah menggabungkan Jurusan Pengajian Melayu dengan Jurusan Bahasa Melayu menjadi Jurusan Bahasa Melayu dan Pengajian Melayu.


Semua ini berpunca dari kekurangan pelajar di Jurusan Pengajian Melayu. Begitu juga tiada penggerak Jurusan Pengajian Melayu proaktif seperti di zaman Prof Madya Dr. Ahmad Idris @Worawit Baru.

Di sini saya kemukakan sebuah artikel bertajuk “Malay studies needs a new narrative” tulisan Prof Dato’ Dr. Ahmad Murad Merican yang disiarkan di Surat khabar New Strait Times pada 10 Jun 2023. Artikel asalnya ditulis dalam Bahasa Inggeris. Inilah isi artikel tersebut:


Pengajian Melayu memerlukan naratif baru

Prof Dato’ Dr. Ahmad Murad Merican


Pengajian Melayu di Malaysia nampaknya telah dipulaukan secara intelektual. Keyakinan dalam mempromosikan perspektif orang asli dan endogen di lapangan sangat diperlukan.


Ini tidak bermakna mewujudkan pandangan Melayu yang berpaksikan ilmu dan dunia.


Apa yang mesti dilakukan ialah melibatkan diri dengan perspektif aliran utama Eurosentrik pengetahuan dalam sains sosial dan kemanusiaan. Kesarjanaan pengajian Melayu seharusnya secara intelek menentang kanun Eropah. Ia mengalami ketidaksamaan epistemik.


Korpus telah dibangunkan daripada penerimaan pemikiran dan metodologi yang tidak kritis. Terdapat keperluan untuk membina kapasiti dan pengantarabangsaan

Pengajian Melayu mesti mengkontekstualisasikan dirinya sebagai integral kepada kajian Eropah dan global. Pengajian Melayu tidak boleh mengasingkan diri daripada landskap politik, ekonomi dan budaya global moden.


Baru-baru ini, Menteri Pengajian Tinggi Datuk Seri Mohamed Khaled Nordin menyeru agar pengajian Melayu memartabatkan diri sebagai medan strategik apabila berucap pada program Syarahan Za'ba di Akademi Pengajian Melayu, Universiti Malaya. Cadangan menteri adalah tepat pada masanya.


Korpus pengajian Melayu adalah alat untuk kita mengkaji diri sendiri dan orang lain. Kira-kira 20 tahun yang lalu, Institut Kajian Barat telah ditubuhkan di sebuah universiti tempatan. Kajian Barat adalah sisi lain dari pengajian Melayu.

Namun begitu, inisiatif itu tidak dapat dikekalkan. Pihak-pihak dan sarjana yang berkenaan menganggap ini hanya sebagai sebahagian daripada rangkaian kajian kawasan yang lebih besar dan bukannya wacana yang merapatkan, saling berkait dan memaklumkan antara satu sama lain. Kajian barat meninggal dunia secara tidak disengajakan.


Memandangkan arus politik dan epistemologi, dan cabaran yang nyata, pengajian Melayu memerlukan naratif baharu, yang memanifestasikan wajah transdisiplin. Tatanama pengajian Melayu telah berbeza-beza disifatkan sebagai Pengajian Alam Melayu dan Kajian Tamadun Melayu.


Secara epistemologi, perkara mesti dibongkar. Fikiran tawanan masih ada dan politik kepartian masih berpegang teguh. Kurikulum pengajian Melayu mesti melihat keadaan penjajah sebagai bermasalah.


Bagaimanakah seseorang boleh mengajar tentang orang Melayu jika seseorang itu menafikan representasinya (atau salah nyata) dalam sejarah dan masyarakat?

Kita harus menganggap pemisahan "tanah" dari "udara" sebagai pemisahan intelektual dan budaya seperti yang dimanifestasikan dalam pelbagai nama sebagai Kepulauan Melayu, Nusantara, atau atas nama negara-negara besar baru atau Asia Tenggara.


Kajian Melayu yang "berorientasikan semula" mungkin mendedahkan pencerahan lain, ruang kosmopolitan di Kepulauan Melayu. Salah satunya ialah zaman pencerahan Kesultanan Melaka pada abad ke-15. Satu lagi di Riau, kira-kira 400 tahun kemudian.


Riau juga merupakan buaian kemodenan dan kewartawanan Melayu. Sejarah intelektual Melayu mesti menjadi pusat dalam penyusunan semula bidang tersebut.


Institut Pemikiran dan Tamadun Islam Antarabangsa Universiti Islam Antarabangsa Malaysia juga terlibat dalam kajian sejarah dan tamadun Melayu. Ia mengadakan projek Tamadun Maritim Melayu pada 2021, dan akan menganjurkan bersama Persidangan Uthmaniyyah dan Dunia Melayu pada Oktober tahun ini (2023).


Pengajian Melayu merupakan komponen penting dalam pemikiran dan peradaban Islam.


Semestinya semakan kurikulum mesti dilakukan. Khalid keluar dengan tegas mengenai perkara ini. Agenda penyelidikan perlu disusun semula. Kebangkitan semula pengajian Melayu melangkaui bahasa dan sastera dijangkakan.


Kesarjanaan dekolonialnya mesti bergerak melangkaui kritikan terhadap kolonialisme dan eurocentrism. Ini harus difikirkan sebagai projek intelektual yang bekerja ke arah biasiswa autonomi.

Segelintir pusat pengajian Melayu di Malaysia mesti secara kolektif terlibat dengan institusi pengajian lama yang mempelajari Alam Melayu, bukan sahaja di Leiden dan London, tetapi juga di bahagian lain di benua Eropah, serta Rusia, tidak melupakan China dan Korea.


Terdapat minat yang muncul dalam dunia Melayu dari Turkiye dan dunia Indo-Iran. Dan, kita tidak boleh melupakan Singapura, yang telah menghasilkan beberapa kesarjanaan yang baik dan mendefinisikan tentang masyarakat Melayu selama beberapa dekad.


Khaled menyebut tentang penubuhan semula Pengerusi Za'ba di Akademi. Terdapat satu di sebuah universiti di Tanjung Malim. Kerusi-kerusi lain yang memperingati tokoh dalam sejarah intelektual mesti diwakafkan, termasuk Abdullah Abdul Kadir Munshi, Syed Shaykh al-Hadi dan A. Samad Ismail.

Mendirikan kerusi pengajian Melayu di luar negara bukanlah satu kemewahan; ia adalah satu keperluan. Mewujudkan semula dan memastikan kesinambungan kerusi pengajian Melayu adalah penting dalam meluaskan naratif Melayu (dan Malaysia) ke seluruh dunia. Ini termasuk dunia Arab, Turkiye dan Iran, serta Jepun, Filipina dan Hawaii. Kerusi itu mesti menjadi sebahagian daripada usaha kolektif dalam menggunakan diplomasi budaya dalam meluaskan kuasa lembut Malaysia di persada global.