Ekonomi/Bisnis

Rabu, 23 Ogos 2023

Mampukah bahasa Melayu menjadi bahasa ASEAN

Oleh Nik Abdul Rakib Bin Nik Hassan

Semasa Dato’ Seri Ismail Sabri Yaakub menjadi Perdana Menteri Malaysia. Walaupun masa beliau menjawat jawatannya agak singkat. Tetapi orang Melayu Malaysia dan termasuk Melayu Patani di Selatan Thailand turut heboh dengan cadangan Dato’ Seri Ismail Sabri Yaakub kepada Pak Joko Widodo, Presiden Indonesia. Beliau mencadang Bahasa Melayu menjadi Bahasa ASEAN selepas Bahasa Inggeris.


Dari segi politik Malaysia khusus orang Melayu Malaysia adalah sangat positif dapat mengambil hati orang Melayu di Malaysia. mereka menggangap mantan Perdana Menteri Malaysia itu adalah seorang nasionalis dan mencintai Bahasa Melayu. Tetapi dari segi logiknya ia sangat lucu seperti mantan Perdana Menteri Malaysia tidak tahu situasi ebenar kedudukan Bahasa Melayu dengan Bahasa Indonesia. Ini juga seakan penasihat ataupun orang keliling mantan Perdana Menteri Malaysia itu buta situasi sebenar.


Saya sebagai kawan lama mantan Perdana Menteri Malaysia itu semenjak umur 20-an tahun telah hantar mesej kepadanya bahawa cadangan itu tidak akan berhasil dan pihak mantan Perdana Menteri Malaysia itu mesti belajar cara Indonesia mengembangkan Bahasa Indonesia ke seluruh dunia. Baik dengan membuka kelas Bahasa Indonesia di Kedutuan Besar Republik Indonesia dan biasiswa  Darmasiswa, begitu juga dengan Biasiswa Kemitraan Negara Berkembang (KNB) yang KNB akan diberikan kepada pelajar  internasional yang telah memenuhi syarat-syarat kelayakan belajar di 27 universiti di Indonesia.

Semasa hebohnya berita cadangan itu di Patani Thailand, ada beberapa kawan tanya adakah cadangan itu akan berhasil. Kerana bagi kami di Patani, Selatan Thailand, jika Bahasa Melayu dapat jadi Bahasa ASEAN, akan mengangkan maruah masyarakat Melayu di Patani yang menjadi kelompok minoriti di negara gajah putih itu.


Jawapan saya, Mustahil !!!! pertama maksud Melayu di Malaysia dengan Indonesia sangat berbeza. Melayu di Malaysia lebih kepada Ras merangkumi ras Malayan di Malayssia, Indonesia, Brunei, Singapura dan Filipina. Sebaliknya Melayu di Indonesia lebih kepada satu etnik di Indonesia seperti di pesisir Sumatra, Kepulauan Riau, pesisir Kalimantan dan sebagainya.


Dari segi Bahasa, di Malaysia Bahasa Melayu difahamkan Bahasa yang merangkumi Bahasa rasmi di Malaysia, Indonesia, Brunei. Sebaliknya, di Indonesia Bahasa Indonesia adalah Bahasa Idonesia bukan Bahasa Melayu walaupun Bahasa Indonesia berasal dari Bahasa Melayu. Bahasa Indonesia selain berasal dari Bahasa Melayu, bahasanya diambil perkataan dari Bahasa Bahasa daerah di Indonesia. Bahasa Indonesia terpengarug dari Bahasa Belada. Sebaliknya Bahasa Melayu Malaysia terpengaruh dari Bahasa Inggeris.

Dan jawapan saya lagi, jika betul betul ingin Bahasa Melayu baik atas nama Bahasa Melayu ataupun Bahasa Indonesia. Kedua dua pihak, Indonesia dan Malaysia mesti duduk semeja dulu, dan memberi kuasa sepenuhnya kepada pihak yang bertanggungjawap tentang Bahasa iaitu MABBIM. MABBIM ialah sebuah badan kebahasaan serantau yang dianggotai oleh tiga negara, iaitu Negara Brunei Darussalam, Indonesia dan Malaysia. Indoneia dianggota oleh Balai Bahasa. Dan Malaysia dianggota oleh Dewan Bahasa dan Pustaka, Brunei dianggota oleh Dewan Bahasa dan Pustaka Brunei.


Disini saya kemukakan sebuah artikel yang terkait dengan cadangan mantan Perdana Menteri itu. Artikel itu ditulis oleh Trisna Wulandari denan tajuk “5 Perbedaan Bahasa Melayu dan Bahasa Indonesia, dari Penutur hingga Status” disiarkan di detikedu di detik.com. Ini untuk kita tahu bagaimana pandangan orang Indonesia setelah berita mantan Perdana Menteri Malaysia itu mencadangkan Bahasa Melayu sebagai Bahasa ASEAN kepada Bapak Presiden Indonesia. Isi kandingan artikel tersut beberapa perkataan diubah dari Bahasa Indonesia kepada baasa Melayu seperti identitas kepada identiti. Isinya adalah berikut:


Malaysia mengusulkan bahasa Melayu sebagai bahasa kedua ASEAN setelah bahasa Inggris.


"Malaysia akan mengadakan perbincangan dengan pemimpin ASEAN untuk mencadangkan penggunaan bahasa Melayu sebagai bahasa kedua ASEAN dalam usaha memartabatkan bahasa ibunda ke peringkat antarbangsa," kata Perdana Menteri Malaysia Ismail Sabri Yaakob dalam dalam akun Facebook-nya, Rabu (23/3/2022).


Menurut Ismail Sabri Yaakob, pengusulan ini lantaran bahasa Melayu dituturkan banyak penduduk ASEAN, termasuk Indonesia.


"Indonesia, Brunei, Singapura, Thailand selatan, Filipina selatan, serta sebagian dari Kamboja turut menggunakan bahasa Melayu sebagai bahasa pengantar. Jadi tidak ada alasan kami tidak bisa menjadikan bahasa Melayu sebagai salah satu bahasa resmi ASEAN," katanya.


Kepala Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kemendikbudristek Prof. Endang Aminudin Aziz, M.A., Ph.D. membenarkan adanya penutur bahasa Melayu di Indonesia, tetapi sebagai bahasa daerah, bukan bahasa nasional.


Ia menambahkan, bahasa Melayu di Indonesia juga berbeda dengan di Malaysia. Sebab, bahasa Melayu di Indonesia sudah terpengaruh bahasa daerah lain dan bahasa Indonesia sendiri.


"Kerana status bahasa Indonesia jadi bahasa nasional, jadi dituturkan banyak orang. Jadi mau tidak mau, bahasa Jawa, Sunda menyerap istilah dari bahasa Indonesia. Bahasa Melayu pun di Riau banyak menyerap kosakata bahasa Indonesia," jelasnya.


"Sementara bahasa Melayu di Malaysia berkembang sendiri, dengan lafal sendiri, dengan kosakata sendiri. Bahawa mereka saling memahami, wajar kerana akarnya sama," imbuh Aminudin.


Aminudin menjelaskan sejumlah perbezaan bahasa Melayu dengan bahasa Indonesia sebagai berikut.

Perbezaan bahasa Melayu dengan bahasa Indonesia

1. Penyebutan bahasa Indonesia bukan bahasa Melayu

Aminudin mengatakan, dari fakta sejarah disebutkan bahawa asal bahasa Indonesia adalah bahasa Melayu. Namun, bahasa baru ini lalu sepakat dinamakan bahasa Indonesia, bukan bahasa Melayu. Kerana itu, sambungnya, orang perlu menyebutnya sebagai bahasa Indonesia, tidak disamakan.


"Dan ini harus jadi sikap bangsa Indonesia kerana bahasa Indonesia ini bagi kita adalah bahasa perjuangan. Ketika kita deklarasikan dengan Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928, kita menamainya bahasa indonesia," jelasnya.


2. Bahasa Melayu berstatus bahasa daerah di Indonesia

Ia menambahkan, bahasa Melayu di Indonesia juga berstatus sebagai bahasa daerah. Sementara itu, bahasa Indonesia berstatus bahasa nasional sehingga statusnya lebih tinggi.


Status bahasa Melayu tersebut menurutnya juga menjadikan bahasa ini tidak ubahnya seperti bahasa daerah lain di Indonesia, baik bahasa Sunda, Batak, Jawa, bahasa di Papua, dan lain-lain.


Kerana itu, sambungnya, upaya untuk tidak mencampur aduk penggunaan sebutan antara bahasa Indonesia dan bahasa Melayu diterapkan.


"Di diskusi di Kepri sebelumnya saat ada kunjungan Badan Kerja Sama Antar Parlemen (BKSAP), saya minta teman-teman kabarkan ke DPR , kita tidak menggunakan istilah bahasa Melayu. Harus menggunakan bahasa Indonesia, bahasa Melayu itu bahasa daerah bagi kita," terang Aminudin.


"Setelah diskusi juga di Kepri, sepakat juga kini (penyebutan bahasa Indonesia) harus pakai (istilah) bahasa Indonesia, bukan bahasa Melayu istilahnya.


3. Berkembang dengan cara berbeza

Aminudin mengatakan, cara perkembangan bahasa Indonesia berbeda dengan bahasa Melayu di Indonesia. Ia menjelaskan, perkembangan dan pengayaan kosakata bahasa Indonesia dipengaruhi bahasa Belanda, Arab, Portugis, Inggris, China, Jepang, Prancis, Turki, Korea, hingga 718 bahasa daerah di Indonesia.


Bahasa Melayu di Indonesia menurutnya juga dipengaruhi bahasa daerah lain dan bahasa Indonesia sendiri.


"Bahasa Indonesia kini juga mempengaruhi bahasa Melayu. Nah ini karena apa? Karena bahasa Indonesia jadi bahasa nasional, jadi dituturkan banyak orang. Mau tidak mau, bahasa Jawa, Sunda, juga menyerap istilah dari bahasa Indonesia. Bahasa Melayu pun di Kepulauan Riau banyak menyerap kosakata bahasa Indonesia," terangnya.

4. Jumlah penutur bahasa Indonesia jauh lebih besar

Menurut Aminudin, jumlah penutur bahasa Indonesia jauh lebih besar dari bahasa Melayu karena penduduk yang mencapai sekitar 279 juta jiwa. Para penutur ini termasuk murid SD (Sekolah Dasar – Sekolah Rendah dan TK (Taman Kanak kanak – TADIKA) hingga orang tua, baik di kota maupun di pedesaan.


"Kecuali mungkin orang di pedalaman terpencil yang mungkin masih menggunakan bahasa daerahnya," katanya.


Ia menambahkan, jumlah penutur bahasa Indonesia di atas belum ditambah sekitar 80,000 pembelajar bahasa Indonesia asing yang saat ini belajar dari fasiliti Badan Bahasa di lebih 40 negara. Di samping itu, ada juga penutur yang belajar bahasa Indonesia dari masyarakat setempat.


"Contoh di Jepun, meskipun tidak kita fasilitasi langsung, orang indonesia di Jepun juga mengenalkan bahasa Indonesia kepada orang-orang Jepun. Demikian juga di Australia, seperti anak-anak SD-nya. Dari hasil diskusi teman-teman Balai Bahasa Perth, ada 40,000-an penutur," jelas Aminudin.


5. Tingkat keterpahaman bahasa Indonesia lebih tinggi

Tingkat keterpahaman atau mutual intelligebility bahasa Indonesia menurut Aminudin juga lebih luas dari bahasa Melayu.


"Maksudnya begini, orang Melayu yang dengar tutur bahasa Indonesia akan mengerti, tetapi belum tentu penuturan berbahasa Melayu akan dimengerti penutur bahasa Indonesia. Yang seperti ini menunjukkan, ketercakupan dan keterpahaman bahasa Indonesia jauh lebih tinggi," kata Aminudin.


Bagaimana detikers, apakah kamu menjumpai perbedaan antara bahasa Melayu dan bahasa Indonesia di percakapan sehari-hari?

Tiada ulasan:

Catat Ulasan