Oleh Nik Abdul Rakib Bin Nik Hassan
Patani terdiri dari 3 wilayah selatan Thailand. Terdiri dari wilayah Pattani, wilayah Yala dan wilayah Narathiwas. Di wilayah wilayah tersebut masih banyak peninggalan tamadun Melayu. contohnya kitab, dan begitu juga dengan alim ulama.
Ekonomi/Bisnis
▼
Rabu, 26 Oktober 2016
Khamis, 20 Oktober 2016
Perbezan antara bahasa Melayu Baku dan bahasa Indonesia
Oleh
Nik Abdul Rakib bin Nik Hassan
Bahasa Indonesia dengan Bahasa Melayu
Malaysia ada perbezaan. Tetapi bagi orang diluar Malaysia dan Indonesia seperti
kami di Selatan Thailand agak kurang faham perbezaan tersebut. Disini saya
muatkan artikel yang diambil dari Wikipedia tentang perbezaan tersebut. Inilah
isi kandungannya :-
Bahasa
Indonesia dan bahasa Malaysia adalah dua bentuk baku dalam bahasa Melayu modern
(pasca-Perang Dunia II). Selain keduanya, terdapat pula bentuk baku lain yang
dipakai di Brunei. Namun karena penuturnya sedikit, perkembangan bentuk ini
menjadi kurang signifikan. Artikel ini mencoba menunjukkan perbedaan di antara
kedua bentuk baku utama meskipun usaha-usaha penyatuan ejaan dan peristilahan
selalu dilakukan di bawah koordinasi Majelis Bahasa Brunei
Darussalam-Indonesia-Malaysia (MABBIM).
Sebenarnya
tidak banyak perbedaan antara kedua bahasa tersebut. Berbagai varian bahasa
Melayu digunakan di berbagai wilayah Indonesia dan semua mengakui bahwa bahasa
yang digunakan di Provinsi Riau dan sekitarnya adalah bahasa Melayu Standar
(atau bahasa Melayu Tinggi, bahasa Melayu Piawai). Perbedaan latar belakang
sejarah, politik, dan perlakuan yang berbeda menyebabkan munculnya perbedaan
tata bahasa, peristilahan dan kosakata, pengucapan, serta tekanan kata pada dua
bentuk standar modern yang sekarang dipakai.
Perbedaan
itu secara garis besar dapat dipaparkan sebagai berikut :-
Dari
latar belakang penjajahan asing bisa dikatakan bahwa bahasa Indonesia lebih
menyerap bahasa Belanda sedangkan bahasa Malaysia lebih menyerap bahasa
Inggris.
Sejarah.
Dalam
bahasa Indonesia, huruf vokal u pada awalnya dilambangkan dengan oe, seperti
halnya dalam Bahasa Belanda. Perubahan resmi oe menjadi u dilakukan pada tahun 1947. Hal serupa juga terjadi di Malaysia, sampai tahun 1972, huruf konsonan c di Malaysia dilambangkan dengan ch,
sedangkan Indonesia mengikuti Belanda yang menggunakan tj. Sehingga kata cucu
di Malaysia dulu ditulis chuchu dan di Indonesia ditulis tjoetjoe, sampai
akhirnya sistem Ejaan Yang Disempurnakan diperkenalkan di Indonesia pada tahun 1972, yang mengganti tj dengan c. Indonesia mengganti konsonan
dj dengan j, yang sudah terlebih dahulu digunakan di Malaysia, sedangkan
konsonan lama j digantikan oleh y, seperti halnya di Malaysia. Demikian juga
bunyi desah yang berasal dari bahasa Arab, yang dulu ditulis 'ch' di Indonesia,
kini menjadi kh dalam kedua bahasa.
Akan
tetapi, oe masih dapat ditemukan, misalnya pada nama presiden pertama
Indonesia, Sukarno (ditulis Soekarno), dan penggantinya Suharto, (ditulis
Soeharto). Kombinasi huruf ch dan dj masih dapat ditemukan pada nama-nama
semacam Achmad dan Djojo (diucapkan Akhmad dan Joyo), meskipun kini orang-orang
lebih suka menggunakan ejaan pasca-1972.
Ketika
zaman penjajahan, bahasa Indonesia menggunakan "oe" untuk bunyi
"u", sama seperti bahasa Belanda. Namun setelah penaklukan Jepang,
ejaan tersebut diganti menjadi "u". Di Malaysia sebelum tahun 1972, bunyi "ch" dieja dengan "ch" dan
bahasa Indonesia menggunakan "tj". Oleh itulah, perkataan
"cap" telah dieja sebagai "chap" di Semenanjung Malaya dan
"tjap" dalam bahasa Indonesia. Setelah "Ejaan Yang
Disempurnakan" diperkenalkan pada tahun 1972, kedua
bahasa itu menggunakan ejaan yang sama, yaitu "cap". Contoh ejaan
lain yaitu "dj" (Indonesia) diganti dengan "j" seperti di
Malaysia. Ada beberapa ejaan yang masih dipertahankan atas sebab sejarah,
contohnya "wang" (Semenanjung Malaya) dan "uang"
(Indonesia).
Sama
kata tetapi maknanya berbeda.
Perbedaan
makna ini terbentuk atas penuturan yang menjadi kelaziman dari kedua negara,
sedangkan dalam segi tertulis tidak terbentuk perbedaan yang berarti sebab
makna yang ada dalam bahasa Malaysia juga sebenarnya ada dalam bahasa Indonesia
(makna bahasa Melayu dalam tiap daerah di Indonesia beragam mengingat banyaknya
dialek bahasa Melayu di Indonesia). Beberapa perbedaan
tersebut di antaranya:
Dari
segi perlakuan, kedua bahasa tersebut diperlakukan sesuai dengan kebijakan
kebahasaan di negara masing-masing, namun ada perhimpunan yang mengatur bahasa
Melayu yang disebut dengan Majelis Bahasa Brunei Darussalam-Indonesia-Malaysia
(MABBIM).
Dari
segi penyerapan kata di negara masing-masing, bahasa Indonesia yang didasarkan
dari bahasa Melayu berdialek Riau menyerap pula bahasa-bahasa daerah di
Indonesia seperti bahasa Jawa, dll.
Sebelum
abad kedua puluh, bahasa Melayu ditulis menggunakan aksara yang dimodifikasi
dari aksara Arab yang dikenal sebagai Huruf Jawi. Setelah
abad dua puluh, bahasa Melayu ditulis menggunakan huruf Latin, dikenal sebagai
Rumi, dan penggunaan huruf Latin ini telah hampir menggantikan huruf Jawi
secara keseluruhan dalam kehidupan sehari-hari. Romanisasi pada awalnya
digunakan di Malaya (kini bagian dari Malaysia) dan Hindia Belanda (kini
Indonesia). Hal ini menunjukkan kedua negara tersebut merupakan bekas jajahan
britania dan Belanda.
Perbedaan
yang penting antara bahasa Malaysia dan bahasa Indonesia.
Bahasa
Indonesia berbeda dari bahasa Melayu di Malaysia karena bahasa Indonesia
memiliki lebih banyak perkataan yang berasal dari bahasa Jawa dan bahasa
Belanda meski bahasa Indonesia didasarkan dan didominasi dari bahasa Melayu
Riau, contohnya "pejabat pos" di Malaysia dikenal dengan sebutan
"kantor pos" di Indonesia. "Kantor" ini berasal dari kata
Belanda kantoor untuk "pejabat".
Selain
perbedaan kosakata, kedua bahasa juga memiliki perkataan-perkataan yang sama
tetapi berbeda maksudnya (homonim). Oleh karena perkataan-perkataan tersebut
seringkali digunakan dalam kedua bahasa, maka mudah menimbulkan kesalahpahaman.